Saturday 28 August 2010

Rasulullah dan Pengemis

oleh: Ali Ghufron Sudirman


Alkisah, suatu hari Rasulullah didatangi seorang pengemis yang pakaiannya compang-camping. Wajah lelaki itu tampak sedih dan mengenaskan. Tentu saja Rasul kasihan. Tapi tahukah Anda, apa yang diberikan Rasul kepada pengemis itu? Apakah Rasul memberi sejumlah uang? Apakah Rasul menyuruhnya masuk untuk diajak makan? Ataukah diberi perbekalan agar tidak lagi kelaparan? Tidak. Rasul tidak memberi semua itu, tetapi memberi sebuah kampak tajam sambil bersabda, “Pergilah ke hutan. Kumpulkan kayu bakar. Jual dan kembalilah kepadaku setelah lima belas hari!” (HR. Abu Dawud).


Subhanallah. Begitulah rasul kita. Sang guru besar yang selalu mendidik dan mengajari umatnya. Rasul tidak memanja pengemis dengan memberi uang atau makanan, tetapi memberinya kampak untuk bekerja. Sebab dengan bekerja, sang pengemis bisa kembali punya harga diri di mata masyarakat.


Dalam sebuah haditsnya Rasulullah menyuruh kita untuk bekerja yang serius. Bekerjalah untuk akhirat, kata Rasul, seperti engkau akan mati esok hari. Dan bekerjalah untuk duniamu, seperti engkau akan hidup selamanya. Sahabat Umar juga membenci seorang pengangguran. Beliau pernah berkata, “Aku pasti benci jika salah satu kalian ada yang menganggur, tidak bekerja untuk dunia, tidak juga untuk akhirat.” Oleh karena itu, Allah Swt. berfirman, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat perkerjaanmu itu.” (QS. at-taubah [9]:105). Bahkan setelah shalat dan beribadah, Al-Quran mengingatkan kita agar jangan sampai lalai dan bermalas-malasan. “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS.al-Jumu’ah[62]:10). Itulah agama Islam. Setelah shalat kita tidak disuruh santai-santai, tapi disuruh mencari karunia Allah. Apa saja dan di mana saja.

Tapi terkadang kita gengsi dan memilah-milah pekerjaan. Kita selalu ingin bekerja yang enak-enak, bergaji besar, punya prestise, dan disanjung orang. Kita ingin menjadi direktur, bos besar, ekskutif, menteri, atau presiden. Kita lupa bahwa junjungan Rasulullah dan nabi-nabi yang lain bekerja sebagai penggembala. Kita pun mungkin tak tahu bahwa sahabat Abu Hurairah, sang perawi hadits paling handal juga bekerja sebagai pembantu. Bahkan gajinya hanya sepiring nasi untuk mengganjal perut kosong. Seperti itulah agama Islam. Mengarahkan umatnya untuk tidak menjadi beban masyarakat. Untuk bekerja apa saja tanpa harus merasa gengsi, selagi itu halal.


Sekarang kita lihat nasib pengemis yang menghadap Rasul di atas. Bagaimana dia sekarang? Setelah waktu yang ditentukan, si pengemis benar datang menghadap Rasul. Tapi sudah bukan lagi lelaki pada waktu lima belas hari yang lalu. Dia datang dengan baju yang tidak lagi compang-camping. Dia datang dengan semangat baru, jiwa baru, kondisi baru, bahkan dengan postur tubuh baru. Kerut-merut di dahinya sudah hilang. Raut mukanya juga sudah berubah cerah. Kondisinya sama sekali berubah. Dia sukses menjadi pedagang kayu bakar hingga kembali hidup terhormat penuh percaya diri. Itulah nilai sebuah usaha. Oleh karenanya, setiap pagi dan sore hari Rasulullah selalu berdoa, "Ya Allah, aku minta perlindungan-Mu dari derita dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan." (HR. Bukhari)


Semoga kita dianugerahi rezeki yang halal dan barakah walaupun sedikit. Dan semoga kita dijauhkan dari hal-hal haram sejauh jarak timur dan barat meski sangat banyak dan menggoda. Amin. Wallahu a`lam.

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...