Thursday, 25 July 2013

Berilah Teladan, Jangan Memberi Teguran

|| Oleh: Alfiyatul Azizah Harun ||

“Berdirilah kalian, lalu cukur rambut dan sembelihlah hewan sembelihan.” Begitu perintah Rasulullah Saw. kepada para sahabat, setelah perjanjian Hudaibiah ditandatangani pada tahun ke enam Hijriah.

Kita tentu tidak meragukan loyalitas dan kecintaan para sahabat kepada Rasulullah. Tapi sekali ini, ternyata tidak satu pun dari seribu empat ratus sahabat itu yang menyimak perintah beliau. Mereka bersedih. Kecewa karena urung melaksanakan ibadah umrah. Kerinduan mereka untuk melihat Kakbah dan tawaf di sekelilingnya tidak terlaksana.

Rasulullah mengulangi perintahnya sekali lagi, namun para sahabat tetap diam di tempat. Bahkan sampai tiga kali Rasulullah mengulangi perintah tersebut, para sahabat tetap diam, larut dalam kesedihan mereka.

Mendapat tanggapan seperti itu, Rasulullah segera masuk menemui istri beliau, Ummu Salamah, guna menceritakan perihal sikap para sahabat. Lalu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Ahmad, Ummu Salamah memberi saran kepada Rasulullah seraya berkata, 

“Wahai Nabi Allah, jika engkau menginginkan para sahabat menuruti perintahmu, sekarang juga keluarlah dan jangan bicara sepatah kata pun kepada mereka lagi. Segera sembelih binatang sembelihan dan panggil tukang cukur untuk mencukurmu."

Maka Rasulullah keluar dan tidak berbicara kepada seorang pun di antara mereka. Beliau segera menyembelih binatang sembelihannya, lalu memanggil tukang cukur. Hasilnya sangat manjur. Ketika melihat hal itu, tanpa dikomando lagi para sahabat bergegas berdiri, menyembelih binatang sembelihan, kemudian sebagian dari mereka mencukur sebagian yang lain, sehingga seakan-akan, sebagian dari mereka menciderai kepala sebagian yang lain karena terlalu bersedih (HR. Bukhari dan Ahmad).


Hadits sahih ini memberi pelajaran kepada kita, bahwa seorang pemimpin itu hendaknya memberi contoh kepada orang-orang yang dia pimpin. Ketika membuat suatu keputusan dan aturan, seorang pemimpinlah yang semestinya melaksanakan keputusan dan aturan tersebut pertama kali. Terlebih di saat kondisi krisis, ketika masyarakat sedang berduka, atau sedang dilanda kecewa. Pada saat-saat seperti itu, kalau pemimpin hanya bicara tanpa kerja nyata, rakyat tidak akan peduli dan simpati. Wallahu a‘lam.

Sunday, 21 July 2013

Syekh Sayyid Sabiq; Faqih Mujtahid Penulis Kitab Fiqh As-Sunnah

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||


Syekh Dr. Sayyid Sabiq dan Karya Monumentalnya
Yang mulia syekh Dr. Sayyid Sabiq lahir pada bulan Januari 1915 di desa Istanha, salah satu desa di Kabupaten Bagura yang berada di provinsi Manufia di Mesir. Belum genap sembilan tahun, Syekh Sayyid Sabiq sudah menyelesaikan hafalan Al-Quran. Setelah itu Syekh Sayyid Sabiq melanjutkan studinya ke Al-Azhar di Kairo, sampai meraih gelar sarjana pada tahun 1947.


Sejak kecil Syekh Sayyid Sabiq dididik di jam’iyyah syar’iyyah oleh sang pendirinya langsung, yaitu Syekh Subuki. Beliau juga menjalin persahabatan dengan pengganti Syekh Subuki, yaitu Syekh Abdul Latif Musytahari. Untuk itu, kecintaannya terhadap sunah Rasul sudah muncul sejak kecil. Semangat dan kecerdasan Syekh Sayyid Sabiq membuatnya matang lebih cepat. Beliau unggul jauh di banding koleganya, terlebih dalam bidang fiqih dan problematikanya, sehingga syekh yang mendidiknya memberi tanggung jawab kepada Syekh Sayyid Sabiq supaya mengajar fiqih kepada kolega-koleganya. Semua itu terjadi saat umur beliau belum genap 19 tahun.

Setelah lulus, Syekh Sayyid Sabiq mengajar di sekolah-sekolah Al-Azhar, kemudian menjabat sebagai juru dakwah di Al-Azhar. Setelah itu, berturut-turut beliau bekerja pada kementerian wakaf bidang manajemen masjid di akhir tahun 50an, kemudian bidang kebudayaan, dakwah, dan training. Setelah geraknya dibatasi oleh rezim penguasa, beliau pindah ke Makkah Al-Mukarramah dan bekerja sebagai guru besar di Universitas King Abdul Aziz, kemudian universitas Ummul Qura. Pada universitas terakhir ini beliau diamanahi untuk menjadi kepala jurusan peradilan pada fakultas syariat, kemudian direktur S2. selama itu Syekh Sayyid Sabiq menyampaikan kuliahnya dalam bidang fiqih dan usul fiqih, membimbing lebih dari seratus tesis, dan menelurkan banyak alim serta cendekiawan.

Syekh Sayyid Sabiq seorang faqih berpengalaman. Ia teladan dalam bidang keluasan ilmu, kemuliaan akhlak, kasih sayang, dan kehangatan dalam berinteraksi. Syekh Sayyid Sabiq sangat menjaga lisannya, memiliki ingatan tajam dan kecerdasan yang langka. Beliau dianugerahi kecakapan yang mencengangkan dalam berlogika. Di samping itu, beliau selalu tampil riang dan ramah sehingga sangat dicintai dan diterima oleh masyarakat. Lebih dari itu, beliau memiliki kesadaran tinggi perihal kejadian dan perubahan-perubahan yang ada di masyarakat. Apabila ada suatu persoalan baru pada masyarakat dan itu dikonsultasikan kepada beliau maka beliau akan menjelaskan hukum dan hikmahnya secara tegas dan jelas.

Dibanding para ulama azhar yang lain, syekh Sayyid Sabiq paling berkonsentrasi di bidang fiqih. Artikel-artikelnya tentang fikih pertama kali diterbitkan di sejumlah majalah mingguan. Artikal pertamanya tentang fiqih taharah ditulis dengan metode fiqih hadits yang konsentrasi mengupas hadits-hadits ahkam. dalam tulisannya beliau merujuk pada kitab Subulus Salam karya Ash-Shan’ani, kitab Nail Al-Authar karya Asy-Syaukani, kitab Ad-Din Al-Khalis karya Muhammad As-Subuki, Al-Mughni karya Ibnu Qudamah, dan kitab Zadu Al-Ma’ad karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

Jilid pertama kitab fiqih sunahnya yang monumental beliau tulis pada akhir tahun 40an, membahas seputar fiqih taharah, dan diberi pengantar oleh Hasan Al-Banna. Fiqih sunah telah menutup kekosongan perpustakaan Islam akan buku-buku fiqih yang langsung merujuk pada hadits dan tidak terikat dengan mazhab tertentu. Oleh karena itu, fiqih sunah karya sayyid sabiq diterima dan disanjung oleh kalangan luas.

Tiga tahun sebelum wafat, Syekh Sayyid Sabiq tinggal di Kairo dan bersikukuh untuk menyebarkan ilmu dan berdakwah di masjid-masjidnya, meskipun kondisi kesehatannya yang tidak mendukung dan dokter yang menyarankannya untuk istirahat. Syekh Sayyid Sabiq selalu menjadi mercusuar kebenaran dan kebaikan bagi manusia sampai ajal menjemputnya pada hari ahad tanggal 23 Dzul Qa’dah 1420 H, bertepatan dengan 27 Februari tahun 2000 dalam usia 85 tahun.

(diterjemahkan dari www.islamstory.com dengan sedikit perubahan)

Saturday, 20 July 2013

Ini Dia Ayat yang Membuat Rasulullah Ubanan

|| oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Al-Qurtubi di dalam tafsirnya menukil teori dari Abu Abdullah perihal ubanan. Di situ Abu Abdullah mengatakan, allahu a’lam, bahwa uban bisa muncul karena tekanan psikologis dahsyat yang menyebabkan berkurangnya kelembaban tubuh hingga memengaruhi suplai nutrisi pada akar-akar rambut. Bila tekanan itu berlarut dan suplai nutrisi ke rambut benar-benar terhenti maka rambut akan memutih. Persis seperti tumbuhan yang akan menguning bila kekurangan air. Begitulah teori ubanan. Dan itulah yang dialami oleh Rasulullah.