Wednesday 17 June 2015

Doa Penjual Tempe


Penjual tempe itu telat menyiapkan barang dagangannya hari ini. Tempe yang biasanya dia buat selepas Shalat Zuhur, karena sibuk dengan suatu urusan yang lain, baru dimulai ketika pulang dari shalat jamaah asar di masjid. Kedelai yang sudah diragi itu dimasukkan ke dalam plastik dengan ukuran tertentu agar menjadi tempe. Dia pun menengadahkan tangan, berdoa kepada Tuhan seraya berujar, “Ya Allah, semoga kedelai ini menjadi tempe esok pagi, agar aku bisa jualan ke pasar.” Dia sangat mantap dengan doanya, karena tahu bahwa doa orang muslim itu tidak akan tertolak.

Saat fajar menyingsing, sebelum Shalat Subuh, penjual tempe itu bermaksud mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke pasar. Tapi alangkah kecut hatinya ketika melihat bahwa kedelai-kedelai itu belum menjadi tempe. Ada sedikit panik tersirat di wajahnya. Kemudian dia mengambil air wudhu dan bergegas pergi ke masjid untuk Shalat Subuh. “Ya Allah, tempeku belum jadi. Aku mohon, jadikan tempeku, agar pagi ini aku bisa jualan tempe di pasar.” Khusyuk sekali penjual tempe itu berdoa selepas shalat.
Sepulang dari masjid, dia kembali melihat tempenya, dan hatinya semakin kecut karena kedelai-kedelai itu belum juga menjadi tempe. Dia berpikir, barangkali doanya belum spesifik, sehingga tidak terkabul. Maka dia kembali berdoa, “Ya Allah, kedelai yang kusiapkan kemarin sore belum jadi tempe. Aku mohon ya Allah, jadikan ia tempe agar aku bisa jualan di pasar pagi ini.”

Sambil menunggu doanya terkabul, dia pun menyapu dan melakukan pekerjaan rumah yang lain. Tapi penjual tempe itu bertambah panik, karena ketika melihatnya kembali, kedelai itu belum juga berubah menjadi tempe. Maka dengan sedikit rasa galau, dia mengemasi barang dagangannya itu dan bergegas pergi ke pasar. “Ya Allah. Aku tetap pergi ke pasar. Semoga Engkau berkenan menjadikan kedelai-kedelai itu tempe sesampainya aku di pasar.”

Di sepanjang jalan menuju pasar, penjual tempe itu terus memanjatkan doa kepada Allah. Tapi alangkah terpukul hatinya ketika melihat kedelai-kedelai itu belum juga menjadi tempe setelah dia sampai di pasar. Tanpa sadar, penjual tempe itu memejamkan matanya. Ada sedikit tangis dan rintihan di sana. “Ya Allah, kedelaiku belum juga jadi tempe. Kalau terus seperti ini, berarti hari ini aku tidak akan mendapat ...” 

Tiba-tiba rintihan itu terputus karena telinganya mendengar suara ibu-ibu yang menyapa, “Bu, tolong, bu. Apa ibu punya tempe yang belum jadi? Aku sudah berputar ke seluruh penjuru pasar tapi tidak menemukannya.” Penjual tempe itu sedikit membuka mata, tapi kemudian terpejam kembali. Dalam hati dia kembali berdoa. Tapi kali ini doanya lain. “Ya Allah, tidak jadi, ya Allah. Jangan jadikan kedelai-kedelaiku itu tempe. Tidak jadi ya Allah.” Matanya kembali terbuka, dan tangannya segera meraih daun pisang yang menutupi barang dagangannya. Ketika itu, alangkah bersyukur dirinya karena kedelai-kedelainya itu belum juga menjadi tempe, dan langsung diborong habis oleh seorang ibu yang mencari tempe yang belum jadi.

Kisah ini memberi pelajaran kepada kita agar selalu berbaik sangka kepada Allah. Bahwa apa pun keputusan Allah, itulah yang terbaik bagi kita, karena sebagaimana firman-Nya, “... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al-Baqarah[2]: 216). 

Kisah ini juga memberi pelajaran kepada kita agar tidak pernah putus asa dalam berdoa, karena doa adalah inti dari ibadah dan bukti dari penghambaan kita kepada Allah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan doa yang tidak mengandung dosa dan unsur memutus silaturahmi, kecuali dengan doanya itu, Allah akan menganugerahinya salah satu dari tiga hal, yaitu doanya langsung terkabul, atau ditunda di akhirat, atau diselamatkan dari suatu keburukan yang ia khawatirkan terjadi.”
x

Artikel Terkait:

2 comments:

  1. hiks... k e r e n . . . . . . . .

    ReplyDelete
  2. nice artikel..kangen moco tulisan2 masterku ki, akhire terobati lewat blog ki, blogku wes tak follow nek blog ki lho..

    ReplyDelete

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...