|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||
Alkisah, di antara peperangan yang sangat menentukan dalam
sejarah umat Islam adalah Perang Qadisiah di Irak. Karena begitu penting, khalifah Umar
bin Khattab memerintahkan siapa saja umat Islam yang mampu mengangkat senjata
untuk berangkat perang menuju Irak. Salah satunya ialah seorang penyair wanita
terkenal bernama Tamadir binti Amr alkhunasa yang syair-syairnya sudah diakui
di seantero jazirah Arab.
Setelah pertempuran hari pertama selesai, Khunasa duduk
istirahat bersama empat orang anaknya. Dia memberi semangat dan mendorong
mereka untuk mati-matian berjuang di jalan Allah. Khunasa berkata, “Kalian
masuk Islam dengan kemauan sendiri, dan berhijrah juga dengan kemauan sendiri. Kalian
tahu pahala besar yang dijanjikan Allah kepada umat Islam ketika memerangi
orang kafir. Maka ketahuilah, akhirat jauh lebih baik dari segala yang ada di
dunia. Ingat, anak-anakku. Ingatlah firman Allah berikut ini:
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
beruntung. (Q.S. Âli ‘Imrân[3]: 200)
Khunasa masih terus memberi semangat kepada anak-anaknya.
Dia berkata, “Kalau besok pagi kalian
masih sehat jiwa raga, maka bergegaslah ke medan laga dengan penuh kesadaran.
Sungguh, Tuhan akan mengalahkan musuh-musuh-Nya. Bergembiralah dengan keuntungan dan kemuliaan yang bakal
kalian peroleh di alam keabadian. Berperanglah di jalan Allah, dan yakinlah
dengan balasan keadilan-Nya.
Ketika pagi menjelang dan peperangan sudah hampir dimulai,
keempat putra Khunasa bergegas menuju pos masing-masing dan berperang dengan
semangat membara. Nasihat ibu mereka masih jelas terngiang di telinga. Dorongan
sang ibu untuk berjuang mati-matian di jalan Allah membuat mereka tidak
memedulikan apapun juga. Yang ada hanyalah menang atau mati syahid. Lalu
keempat anak itu melantunkan syair-syair penuh semangat untuk mengokohkan
keberanian diri sendiri dan saudara-saudaranya. Anak yang pertama bersyair,
Wahai saudara-saudaraku,
ingatlah nasihat ibu
yang jelas dan tanpa ragu-ragu.
Mari bergegas ke medan laga
untuk menghalau musuh-musuh yang durhaka.
Hidup terhormat membela agama,
atau mati syahid dan masuk surga!
Setelah berkata demikian, pria gagah berani itu maju
berperang sampai akhirnya meninggal dunia. Maka anak yang kedua berteriak lebih
lantang lagi sambil melantunkan syair,
Ingatlah semua,
ibu sudah menasihati kita,
dan nasihat orang tua harus dijaga
demi birrul walidain yang wajib hukumnya.
Mari bergegas ke medan laga
Demi kemenangan yang menyejukkan dada
Atau tinggal di surga kala
yang terhormat selamanya.
Maka anak yang kedua itu pun maju ke medan laga dengan gagah
berani sampai mati syahid dan menyusul kakak yang pertama. Melihat hal ini,
putra Khunasa yang ketiga tidak gentar. Dia malah semakin semangat dan berkata
lantang.
Demi Allah aku tak akan mendurhakai pesan ibu,
yang telah menasihati dengan sepenuh kalbu.
Mari saudaraku,
kita lawan musuh-musuh agama yang penuh nafsu.
Takut mati hanyalah kelemahan,
karena mati syahid berarti kemenangan!
Dia pun segera melesat ke medan laga, menghalau musuh dengan
jiwa patriot yang tinggi sampai akhirnya meninggal dunia.
Sekarang tinggal putra Khunasa yang terakhir. Dia tidak
bersedih dengan kematian kakak-kakaknya. Bahkan iri karena ketiga kakaknya
sudah lebih dulu digiring ke surga. Maka dengan lantang dia maju ke medan laga
sambil melantunkan syair,
Hidup dan matiku hanya milik Allah semata
Maka aku harus berjuang sekuat tenaga
Entah demi kemenangan agama
Atau mati kesatria dan pahala surga!
Anak yang keempat ini pun akhirnya mati syahid dan menyusul
kakak-kakaknya. Sungguh gagah perkasa putra Khunasa. Dan lebih gagah perkasa
lagi sang ibu yang rela dan mendorong anak-anaknya untuk mati syahid. Ketika
Khunasa diberi tahu kalau keempat anaknya meninggal dunia, dia tidak
bersedih apalagi menangis. Dia sudah merelakan semua, karena harta dan
anak-anak hanyalah perhiasan dunia, sedang di sana ada amalan-amalan saleh dan
kekal yang lebih baik untuk dijadikan harapan. Khunasa berkata, “Segala puji
bagi Allah yang memberiku kemuliaan dengan empat bintang syahid. Semoga Allah
mempertemukan aku dengan mereka di surga tempat rahmat-Nya.”
Masya Allah. Apakah kita bisa seperti Khunasa? Apakah kita memiliki keimanan seperti iman Khunasa? Itulah iman seorang muslimah sejati. Itulah pandangan muslimah tulen terhadap harta dan anak-anak. Itulah Khunasa, ibu para syuhada.
*Dinukil
dari Buku “Lahirlah dengan Cinta” karya Ali Ghufron Sudirman
(Jakarta: Amzah, 2010)
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...