Thursday 1 August 2013

Dahsyatnya Tobat Tsa’labah



|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Suatu ketika, Tsa'labah bin Abdurahman, salah seorang pelayan Rasulullah lewat di depan pintu rumah seorang Anshar. Pintu rumah itu terbuka sehingga dia dapat memandang ke dalam rumah. Dan betapa terperanjat dirinya ketika yang dia dapati adalah seorang perempuan Anshar yang tengah mandi. Sekejap Tsa’labah asyik menatapnya. Tapi tiba-tiba rasa takut menyelimuti. Ia takut jika wahyu datang kepada Rasulullah dan menceritakan perbuatannya itu.

Maka ia pun lari dan terus berlari. Ia bertekad untuk pergi dari Madinah karena malu kepada Rasulullah, hingga sampai di suatu gunung antara Makkah dan Madinah. Tsa’labah menetap di situ selama empat puluh hari sambil berdoa dan menangisi dosanya. Setiap malam tiba, selama empat puluh hari itu Tsa’labah terus menerus berdoa dan menangisi dosanya. Ia memohon agar Allah mau mengampuninya. Selama itu pula Rasulullah mencari-cari hingga datanglah Malaikat Jibril memberi tahu, "Wahai Muhammad, Tuhanmu mengucapkan salam kepadamu dan memberi tahu bahwa orang yang lari dari umatmu itu berada di antara gunung-gunung ini. Ia memohon perlindungan dari neraka-Nya."

Rasulullah pun mengutus Umar bin Khatthab dan Salman Al-Farisi.

"Pergilah kalian mencarinya dan kembalilah kemari bersama Tsa'labah bin Abdurahman," perintah Rasulullah.

Keduanya pergi ke luar kota Madinah lalu bertemu seorang penggembala bernama Dzufafah.

"Wahai Dzufafah, tahukah engkau seorang pemuda yang berada di antara gunung-gunung ini?" tanya Umar.

"Apa yang engkau maksud adalah orang yang lari dari neraka Jahanam?" tanya Dzufafah.

"Bagaimana engkau tahu?"

“Bagaimana tidak. Jika datang malam, ia keluar dari sisi kami menuju bukit sembari meletakkan tangannya di kepala. Ia menangis dan berkata, 'Duhai, seandainya Engkau mencabut ruhku maka janganlah Engkau menelanjangiku di hari pengadilan nanti.'"

"Ya. Benar. Itu dia yang kami cari," kata Umar.

Dzufafah pun pergi bersama Umar dan Salman untuk mencari Tsa'labah. Benar saja. Ketika malam tiba, Tsa'labah pergi di antara gunung-gunung itu sembari berseru, "Duhai, seandainya Engkau mencabut ruhku...."

"Wahai, Tsa’labah. Aku Umar bin Khathab," kata Umar.

"Apa?!! Apa… Apakah Rasulullah mengetahui dosaku?" tanya Tsa'labah kaget.

"Aku tidak tahu itu, tetapi beliau kemarin menyebutmu dengan suara lirih, lalu mengutusku untuk menemuimu," jawab Umar.

"Wahai Umar, janganlah kau pertemukan aku dengan beliau. Kecuali saat beliau sedang shalat atau ketika Bilal sudah mengumandangkan iqamah," pinta Tsa'labah.

"Baiklah," jawab Umar.

Saat tiba ke Madinah, Umar membawa Tsa’labah ke masjid sementara Rasulullah sedang shalat. Demi mendengar bacaan Rasulullah, Tsa'labah jatuh pingsan, sementara Umar dan Salman masih ikut shalat. Setelah mengucap salam Rasulullah kemudian bertanya, "Hai Umar dan Salman, bagaimana Tsa'labah bin Abdurrahman?"

"Itu dia, wahai Rasulullah," kata Umar.

Rasulullah pun menghampiri dan menyadarkannya kemudian bertanya,

"Apa yang membuatmu tidak mau menemuiku?"

"Dosaku, ya Rasul," jawab Tsa'labah.

"Maukah aku ajarkan kepadamu ayat yang dapat menghapus dosa dan kesalahan?" tanya Rasulullah

"Tentu, ya Rasulullah," jawabnya.

Rasulullah berkata, "Ucapkan, rabbana atina fid-dunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina ‘adzaban-nar.”

"Tapi dosaku lebih besar daripada itu," kata Tsa'labah.

"Sungguh tidaklah demikian," kemudian Rasulullah menyuruhnya pulang ke rumah. Sesampai di rumah, ia sakit selama tiga hari. Salman menghadap Rasulullah dan melaporkan bahwa Tsa'labah sedang sakit. Maka Rasulullah menjenguknya. Sesampai di rumah Tsa’labah, Rasulullah menghampiri lalu meletakkan kepala Tsa'labah di pangkuannya. Tetapi Tsa’labah malu dan ia segera menarik kepalanya dari pangkuan beliau.

"Mengapa engkau menarik kepalamu dari pangkuanku?"

"Karena diriku ini penuh dengan dosa, ya Rasul."

"Apa yang kamu rasakan?" tanya Rasulullah.

"Rasanya seperti semut-semut yang merayap di sekujur kulit dan tulangku."

"Lalu apa yang kamu inginkan?"

"Ampunan Tuhanku, ya Rasul. Ampunan tuhanku. Aku hanya mengharap itu."

Tsa’labah benar-benar sedih atas satu dosa yang pernah ia lakukan. Tiba-tiba saja ia berteriak dan seketika meninggal dunia saking sedihnya. Rasulullah kemudian segera memandikan, mengafani, dan memanggulnya ke liang kubur sambil berjingkat. Melihat itu para sahabat bertanya,

"Wahai Rasulullah, kami melihat engkau berjalan berjingkat, ada apa?" tanya para sahabat.

"Karena aku tidak dapat meletakkan kedua kakiku di tanah saking banyaknya malaikat yang ikut takziah..."

========

Subhanallah. Saudaraku, bisakah kita bertobat seperti tobatnya Tsa’labah?

Bila satu dosa yang kita lakukan harus kita tobati selama empat puluh hari, kiranya berapa tahun harus menobati dosa-dosa diri ini?

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...