|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||
Suatu ketika, Tsa'labah bin
Abdurahman, salah
seorang pelayan Rasulullah lewat di depan pintu rumah seorang Anshar. Pintu rumah itu terbuka sehingga dia
dapat memandang ke dalam rumah. Dan
betapa terperanjat dirinya ketika yang dia dapati adalah seorang perempuan
Anshar yang tengah mandi. Sekejap
Tsa’labah asyik menatapnya. Tapi
tiba-tiba rasa takut menyelimuti.
Ia takut jika wahyu datang kepada Rasulullah dan menceritakan
perbuatannya itu.
Maka ia pun lari dan terus berlari. Ia bertekad
untuk pergi dari Madinah karena malu kepada Rasulullah, hingga sampai di suatu
gunung antara Makkah dan Madinah. Tsa’labah menetap di situ selama empat puluh
hari sambil berdoa
dan menangisi dosanya. Setiap malam tiba, selama empat puluh hari itu Tsa’labah
terus menerus berdoa dan menangisi dosanya. Ia memohon agar Allah mau
mengampuninya. Selama itu pula Rasulullah mencari-cari hingga datanglah Malaikat
Jibril memberi tahu, "Wahai Muhammad, Tuhanmu mengucapkan salam kepadamu
dan memberi tahu bahwa orang yang lari dari umatmu itu berada di antara
gunung-gunung ini. Ia memohon perlindungan dari neraka-Nya."
Rasulullah pun
mengutus Umar bin Khatthab dan Salman Al-Farisi.
"Pergilah
kalian mencarinya dan kembalilah kemari bersama Tsa'labah bin Abdurahman,"
perintah Rasulullah.
Keduanya pergi
ke luar kota Madinah
lalu bertemu seorang penggembala bernama Dzufafah.
"Wahai
Dzufafah, tahukah engkau seorang pemuda yang berada di antara gunung-gunung
ini?" tanya Umar.
"Apa yang engkau maksud adalah orang yang lari
dari neraka
Jahanam?" tanya Dzufafah.
"Bagaimana
engkau tahu?"
“Bagaimana tidak. Jika datang malam,
ia keluar dari sisi kami menuju bukit sembari meletakkan tangannya di kepala.
Ia menangis dan berkata, 'Duhai, seandainya Engkau mencabut ruhku maka janganlah
Engkau menelanjangiku di hari pengadilan nanti.'"
"Ya.
Benar. Itu dia yang kami cari," kata Umar.
Dzufafah pun
pergi bersama Umar dan Salman untuk mencari Tsa'labah. Benar saja. Ketika malam
tiba, Tsa'labah pergi di antara gunung-gunung itu sembari berseru, "Duhai,
seandainya Engkau mencabut ruhku...."
"Wahai,
Tsa’labah. Aku Umar bin Khathab," kata Umar.
"Apa?!! Apa… Apakah
Rasulullah mengetahui dosaku?" tanya Tsa'labah kaget.
"Aku tidak
tahu itu, tetapi beliau kemarin menyebutmu dengan suara lirih, lalu mengutusku
untuk menemuimu," jawab Umar.
"Wahai
Umar, janganlah kau pertemukan
aku dengan beliau. Kecuali saat beliau sedang
shalat atau ketika Bilal sudah
mengumandangkan iqamah," pinta Tsa'labah.
"Baiklah," jawab
Umar.
Saat tiba ke Madinah, Umar membawa Tsa’labah ke masjid sementara
Rasulullah sedang shalat. Demi mendengar bacaan Rasulullah, Tsa'labah jatuh
pingsan, sementara Umar dan Salman masih
ikut shalat. Setelah mengucap salam Rasulullah kemudian bertanya,
"Hai Umar dan Salman, bagaimana
Tsa'labah bin Abdurrahman?"
"Itu dia, wahai Rasulullah," kata Umar.
Rasulullah pun menghampiri dan menyadarkannya kemudian
bertanya,
"Apa yang membuatmu tidak mau menemuiku?"
"Dosaku,
ya Rasul," jawab Tsa'labah.
"Maukah
aku ajarkan kepadamu ayat yang dapat menghapus dosa dan kesalahan?" tanya
Rasulullah
"Tentu, ya Rasulullah," jawabnya.
Rasulullah berkata, "Ucapkan, rabbana atina fid-dunya hasanah
wafil akhirati hasanah waqina ‘adzaban-nar.”
"Tapi
dosaku lebih besar daripada itu," kata Tsa'labah.
"Sungguh tidaklah demikian,"
kemudian Rasulullah
menyuruhnya pulang ke rumah. Sesampai di rumah, ia sakit selama tiga hari.
Salman menghadap Rasulullah dan melaporkan bahwa Tsa'labah sedang sakit. Maka Rasulullah menjenguknya. Sesampai di
rumah Tsa’labah, Rasulullah menghampiri lalu meletakkan kepala Tsa'labah di
pangkuannya. Tetapi
Tsa’labah malu
dan ia segera menarik kepalanya dari pangkuan beliau.
"Mengapa
engkau menarik kepalamu dari pangkuanku?"
"Karena diriku
ini penuh dengan dosa,
ya Rasul."
"Apa yang kamu rasakan?" tanya
Rasulullah.
"Rasanya seperti
semut-semut yang merayap di sekujur kulit dan tulangku."
"Lalu apa yang kamu inginkan?"
"Ampunan Tuhanku, ya Rasul. Ampunan tuhanku. Aku hanya mengharap itu."
Tsa’labah benar-benar sedih atas
satu dosa yang pernah ia lakukan. Tiba-tiba saja ia berteriak dan seketika meninggal dunia saking sedihnya. Rasulullah kemudian segera
memandikan, mengafani,
dan
memanggulnya ke liang kubur sambil
berjingkat.
Melihat itu para
sahabat bertanya,
"Wahai
Rasulullah, kami melihat engkau berjalan berjingkat, ada apa?" tanya para
sahabat.
"Karena aku tidak dapat
meletakkan kedua kakiku di tanah saking
banyaknya malaikat yang ikut
takziah..."
========
Subhanallah. Saudaraku, bisakah kita bertobat seperti tobatnya Tsa’labah?Bila satu dosa yang kita lakukan harus kita tobati selama empat puluh hari, kiranya berapa tahun harus menobati dosa-dosa diri ini?
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...