|| Oleh: Ali Ghufron
Sudirman ||
Dr.
Najib Abdul Latif Ibrahim Al-Kailani lahir pada awal Juli tahun 1931, yang
bertepatan dengan bulan Muharram tahun 1350 H. Beliau lahir di Desa Syarsabah
kecamatan Zifti, provinsi Gharbea di Mesir. Najib Al-Kailani merupakan anak
pertama. Sebagaimana tradisi di
kampungnya waktu itu, Najib mulai belajar kepada kuttab pada usia empat tahun.
Di situ ia belajar membaca, menulis, berhitung, belajar hadits nabi, sirah
rasul, cerita-cerita para nabi, dan cerita-cerita Al-Quran. Najib berasal dari keluarga
petani. Sejak kecil ia rajin bekerja di sawah.
Selepas
dari Kuttab, ia melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan dasar, kemudian
SMP di Sinbat, SMA di kota Thanta, dan terakhir masuk
fakultas kedokteran di Kairo pada tahun 1951. Setamat kuliah, ia bekerja
sebagai dokter di Rumah Sakit Ummul Misriyyin di Giza pada tahun 1961, kemudian
mulai membuka praktik di kampungnya. Tak lama kemudian, Najib beralih profesi
di kementerian transportasi pada departemen kesehatan di PT Kereta Api. Setelah
itu, tepatnya pada tanggal 31 Maret 1968, ia
melancong ke Kuwait untuk bekerja sebagai dokter ahli di sana, lalu pindah ke
Uni Emirat Arab dan tinggal di sana sekitar 16 tahun.
Najib
Al-Kailani menikah pada tahun 1960 dengan seorang pegiat sastra islami bernama
Karimah Syahin, saudara kandung presenter kondang di Mesir, Nafisah Syahin.
Dari pernikahannya itu Najib Al-Kailani dianugerahi tiga orang putra, Yaitu Dr.
Jalal, Ir. Husam, dan Mahmud yang berprofesi sebagai pengacara. Najib juga
dikaruniai seorang putri bernama Dr. Izzah.
Najib
Al-Kailani terkenal sebagai pribadi yang ramah, murah senyum, suka menghibur,
dan sangat rendah hati. Dia seorang orator ulung yang memiliki pemikiran
terbuka. Salah seorang anaknya berkisah, “Engkau akan merasakan bahwa ahklaknya
adalah Al-Quran. Beliau selalu ingat Allah dalam setiap perbuatannya. Beliau
mengorbankan diri demi membahagiakan keluarga dan anak-anaknya.”
Najib
Al-Kailani menyimpan sendiri derita rasa sakit yang ia alami, bahkan tidak
menceritakannya kepada orang-orang terdekatnya. Ia bersabar dengan penyakit
hati dan kanker yang menimpanya. Berpegang teguh terhadap tali Allah, tidak
berputus asa, dan rida dengan takdir Allah apa pun bentuknya.
Najib
Al-Kailani Dan Dunia Sastra
Bakat
sastra Najib Al-Kailani mulai terlihat pada tahun-tahun terahir sekolah
dasarnya. Kasidah pertamanya yang kita baca, yang terbit tahun 1948 merupakan
gambaran tentang kejadian waktu itu. Dalam kasidahnya Najib Al-Kailani berkata,
“Saat melihat gelombang sukarelawan memenuhi jalanan Thanta dengan yel-yel dan
teriakan sebelum keberangkatan mereka untuk berjihat ke Palestina. Saat melihat
konflik yang mengerikan antara mereka dan rezim saat itu.”
Rasa
malas dan putus asa seakan tidak menemukan jalan untuk merasuk ke dalam hati
Najib Al-Kailani. Bahkan saat di penjara, ia menyibukkan diri dengan menyusun
bait-bait kasidahnya hingga terbitlah kumpulan kasidahnya dengan tema ‘Nyanyian
Orang Terasing’. Saat berada di penjara, Najib mendengar berita tentang lomba
menulis yang diadakan oleh kementerian kebudayaan yang sekarang berganti nama menjadi menteri
pendidikan. Ia pun menulis novel pertamanya, novel yang paling ia cintai
berjudul Jalan yang Panjang. Novel itu bersetting di pedesaan Mesir.
Tentang novelnya ini Najib mengatakan, “Alhamdulillah saya dapat
merampungkannya dalam tempo tidak lebih dari tiga minggu.”
Najib
mengakui bahwa novel berjudul Jalan yang Panjang ini merupakan titik
awal dirinya untuk benar-benar terjun ke dunia sastra, padahal dirinya buta sama sekali perihal
aliran-aliran yang ada dalam sastra. Novel ini baru awal kabar gembira, dan
masih banyak yang lain. Dengan novel ini ia berhasil meraih juara pertama pada
perlombaan tahun 1957, kemudian novel ini ditetapkan sebagai buku bacaan wajib
untuk siswa SMA tahun 1959 setelah diberi pengantar oleh menteri Fathi Ridhwan.
Ironisnya, pihak penjara hanya memberi izin beberapa jam kepada Najib untuk
menerima penghargaan, lalu kembali lagi ke penjara!
Tentang
awal mulanya menekuni sastra islam, Najib Al-Kailani berkata, “Meskipun saya sama
sekali buta perihal sastra Islam
dan aliran-aliran di dalam sastra, tapi bila Anda meneliti karya pertama saya,
Anda akan menemukannya jauh dari pornografi. Ia murni sastra yang muncul dari
pemikiran seorang anak desa yang sederhana, dan berpegang pada tradisi pedesaan
yang lebih dekat dengan tradisi-tradisi keislaman.”
Sumbangsih
terpenting Najib Al-Kailani
adalah, sejak akhir tahun 50 an, dia mengajak masyarakat untuk menghidupkan
sastra-sastra Islam dalam
lingkup kesadaran dan pemahaman perihal sastra, visinya, dan tujuan-tujuannya
yang membangun. Semua itu dalam rangka berkhidmat kepada masyarakat Islam dan
dunia secara keseluruhan tanpa sikap fanatisme dan jumud, dengan tetap menjaga
nilai-nilai keindahan dan kemanusiaan. Novel islami pertama yang ditulis najib
adalah Malam-Malam di Turkistan, Raksasa-Raksasa Timur, kemudian Perawan Jakarta, dan lain-lain.
Piagam
penghargaan yang berhasil diraih Najib Al-Kailani
Ada
beberapa piagam penghargaan yang berhasil diraih Najib Al-Kailani, di antaranya
sebagai berikut:
1. piagam
dari kementerian pendidikan dalam bidang biografi atas karyanya, Iqbal Penyair
Revolusioner tahun 1957
2. piagam
dari kementerian pendidikan dalam bidang Studi social dan psikologi atas
karyanya, Masyarakat yang Sakit
3. piagam
dari kementerian pendidikan dalam bidang biografi atas karyanya, Syauqi bersama
Tokoh-Tokoh Yang Mengabadi
4. piagam
dari kementerian pendidikan dalam bidang novel atas karyanya, Dalam Kegelapan
5. piagam
dari Majalah Syubbanul Muslimin dalam lomba cerita pendek tahun 1959
6. Medali
Emas dari Dr. Toha Husein
7. Piagam
dari Lembaga Tinggi urusan seni dan sastra atas karyanya, Hari yang Dijanjikan
8. Piagam
dari lembaga bahasa Arab pada awal tahun 70an atas karyanya, Pembunuh Hamzah
9. Piagam
Medali Emas Penyair Filusuf Muhammad Iqbal dari Presiden Pakistan Dhiyaul Haq
tahun 1978
Karya
najib Al-Kailani diterjemahan ke dalam sejumlah bahasa, di antaranya ke dalam
bahasa inggris, Prancis, Turki, Rusia, Urdu, Persia, Cina, Indonesia, Italia,
dan Swedia.
Wafatnya
Najib Al-Kailani
Cukup
lama Najib Al-Kailani menderita penyakit kanker hati. Selama itu ia bersabar
dan tidak memperlihatkan rasa sakitnya, sehingga orang-orang di sekitarnya tidak pernah merasa kalau dia sedang
menderita sakit. Harapannya sangat kuat kepada Allah sampai di akhir hayat. Ia
selalu siap bertemu dengan tuhannya, rela atas takdir yang digariskan-Nya,
selalu berzikir setiap saat, bahkan saat koma, mulutnya masih terus membaca
Al-Quran.
Pada
hari senin tanggal 4 Syawal tahun 1415 yang bertepatan dengan tanggal 6 Juni
1995 Najib Al- Kailani
menghadap tuhannya setelah meninggalkan warisan sastra yang begitu banyak. Ia merupakan figur muslim yang
tangguh dalam menanggung derita rasa sakit.
(diterjemahkan dari www.islamstory.com dengan sedikit
perubahan)
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...