Sunday 18 August 2013

Wanita Ini Menikahkan Putranya dengan Bidadari Surga

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Dikisahkan, di Bashrah terdapat wanita-wanita ahli ibadah, di antaranya adalah Ummu Ibrahim Al-Hasyimiyah. Ketika musuh Islam menyusup ke kantong-kantong perbatasan wilayah Islam, maka orang-orang tergerak untuk berjihad di jalan Allah.

Abdul Wahid bin Zaid Al-Bashri berdiri di tengah orang-orang sambil berkhutbah untuk menganjurkan mereka berjihad. Saat itu Ummu Ibrahim juga turut menghadiri majelis ini. Abdul Wahid terus berkhutbah, sampailah pembicaraannya menerangkan tentang bidadari yang merupakan imbalan bagi sebagian penghuni surga, akibat amalannya diterima oleh Allah. Di antara amalan tersebut adalah jihad.

Abdul Wahid menggambarkan bidadari dalam syair yang sangat indah. Orang-orang pun saling berbisik hingga suasana menjadi ramai dan gaduh. Kemudian Ummu Ibrahim yang mengikuti khutbah Abdul Wahid menyeruak dari tengah kerumunan seraya berkata,

“Wahai Abu Ubaid, bukankah engkau mengenal anakku, Ibrahim? Para pemuka Bashrah meminangnya untuk putri-putri mereka, tetapi aku tidak setuju. Demi Allah, gadis yang engkau sebutkan tadi (bidadari) menarik hatiku dan aku meridhainya menjadi pengantin untuk putraku. Tolong, ulangi lagi apa yang engkau sebutkan tentang kecantikannya.”

Mendengar hal itu Abdul Wahid kembali menggambarkan bidadari dengan syairnya yang sangat memikat. Orang-orang yang mendengarnya semakin terkagum-kagum. lalu Ummu Ibrahim maju seraya berkata kepada Abdul Wahid,

“Wahai Abu Ubaid, demi Allah, gadis ini menarik perhatianku dan aku benar-benar meridhainya sebagai pengantin bagi putraku. Apakah engkau sudi menikahkan putraku dengan gadis itu sekarang juga? Ambilllah maharnya dariku sebanyak 10.000 dinar, serta bawalah putraku pergi bersamamu menuju peperangan itu. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan syahadah (mati syahid) kepadanya, sehingga dia akan memberi syafaat untukku dan untuk ayahnya pada hari Kiamat.”

Abdul Wahid pun menjawab, “Jika engkau melakukannya, niscaya engkau dan anakmu akan mendapatkan keberuntungan yang besar.”

Kemudian Ummu Ibrahim memanggil putranya,
“Wahai Ibrahim!”

Ibrahim bergegas maju dari tengah orang-orang seraya berkata,
“Aku penuhi panggilanmu, wahai ibu.”

Ummu Ibrahim berkata, “Wahai putraku! Apakah engkau ridha dengan gadis (bidadari) ini sebagai istri, dengan syarat engkau mengorbankan dirimu di jalan Allah dan tidak kembali dalam dosa-dosa?”

Pemuda ini menjawab, “Ya, demi Allah wahai ibu, aku sangat ridha.”

Ummu Ibrahim berkata, “Ya Allah, aku menjadikan-Mu sebagai saksi bahwa aku telah menikahkan anakku dengan gadis ini dengan pengorbanannya di jalan-Mu dan tidak kembali dalam dosa. Maka terimalah dariku, wahai sebaik-baik Penyayang.”

Kemudian ibu ini pergi, lalu datang kembali dengan membawa 10.000 dinar seraya mengatakan, “Wahai Abu Ubaid, ini adalah mahar gadis itu. Bersiaplah dengan mahar ini."

Abu Ubaid pun menyiapkan para pejuang di jalan Allah. Sang ibu kemudian pergi membelikan kuda yang baik untuk putranya dan menyiapkan senjata untuknya. Kemudian berangkatlah rombongan Abdul Wahid yang didalamnya terdapat Ibrahim, ke medan perang. Bersamaan dengannya dibacakanlah ayat 111 Surah At-Taubah yang artinya, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka …”

Ketika sang ibu hendak berpisah dengan putranya, maka ia menyerahkan kain kafan dan wangi-wangian kepadanya seraya mengatakan kepadanya, “Wahai anakku, jika engkau hendak bertemu dengan musuh, maka pakailah kain kafan ini dan gunakanlah wangi-wangian ini. Janganlah Allah melihatmu dalam keadaan lemah di jalan-Nya.” Kemudian ia memeluk putranya dan mencium keningnya seraya mengatakan, “wahai anakku, Allah tentu akan mengumpulkan kita di hadapan-Nya pada hari Kiamat.”

Selanjutnya marilah kita baca penuturan Abdul Wahid. “Ketika kami sampai diperbatasan musuh, terompet ditiup dan mulailah terjadi perang. Saat itu Ibrahim berperang di barisan terdepan. Ia membunuh musuh dalam jumlah yang besar, sampai musuh mengepungnya, kemudian membunuhnya.”

Abdul Wahid berkata, “Ketika kami hendak kembali ke Bashrah, aku berkata kepada Sahabat-Sahabatku, ‘Kalian jangan menceritakan kepada Ummu Ibrahim tentang berita yang menimpa putranya sampai aku mengabarkan kepadanya dengan sebaik-baik hiburan. Sehingga ia tidak bersedih dan pahalanya tidak hilang.’ Ketika kami sampai di Bashrah, orang-orang pun keluar untuk menyambut kami, dan Ummu Ibrahim pun berada di antara mereka.”

Abdul Wahid berkata, “Ketika dia memandangku, ia bertanya, ‘Wahai Abu Ubaid, apakah hadiah dariku diterima sehingga aku diberi ucapan selamat, atau ditolak sehingga aku diberi belasungkawa?’


Aku pun menjawab, ‘Hadiahmu telah diterima. Sesungguhnya Ibrahim hidup bersama orang-orang yang hidup dalam keadaan diberi rezeki, insya Allah)’.

Maka ibu ini pun tersungkur dalam keadaan bersujud kepada Allah seraya mengatakan, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku dan menerima ibadah dariku.’ Kemudian ia pergi.

Keesokan harinya, Ummu Ibrahim datang ke masjid yang di dalamnya terdapat Abdul Wahid lalu dia berseru,

"Assalaamualaikum, wahai Abu Ubaid. Ada kabar gembira untukmu."
Selanjutnya dia berkata,
"Tadi malam aku bermimpi melihat putraku, Ibrahim, di sebuah taman yang indah. Di atasnya terdapat kubah hijau, sedangkan dia berada di atas ranjang yang terbuat dari mutiara, dan kepalanya memakai mahkota."

Ibrahim berkata, “Wahai ibu, bergembiralah. Sebab maharnya telah diterima dan aku bersanding dengan pengantin wanita.’”

Demikianlah salah satu kisah istri salehah yang menyebabkan umat Islam dahulu menjadi umat yang kuat. Umat Islam dahulu menjadi umat yang mempunyai kewibawaan besar di antara umat-umat yang lain, salah satunya adalah karena upaya dari istri-istri salehah yang menyiapkan anak-anak mereka sebagai prajurit pembela Islam. Sudah selayaknya kita menyontoh segala yang dilakukan oleh para istri umat Islam zaman terdahulu, yang selalu membantu suami dan anaknya dalam rangka menaati Allah swt. Dengannya, semoga kejayaan dan kewibawaan umat Islam mampu kembali.

*Dinukil dari Buku “Membahagiakan Suami Sejak Malam Pertama” karya Ali Ghufron Sudirman (Jakarta: Amzah, cet. 2, 2013)

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...