Tuesday 20 August 2013

Kajian Malam Selasanan: Hadits Arbain dengan Syarah Jami'ul Ulum wal Hikam (Pertemuan 1)

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

HADITS 1 AMAL TERGANTUNG DARI NIATNYA

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ . وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ . (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dengan niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan. Barang siapa hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya maka (pahala) hijrahnya (ditulis) karena Allah dan rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya karena dunia yang ingin diraihnya atau wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (ditulis) karena apa yang ia niatkan untuk berhijrah itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Syarah Hadits:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

Para ulama berbeda pendapat tentang maksud dari kalimat innamal a’malu bin niyyat. Banyak dari ulama generasi akhir menyatakan, maksudnya adalah bahwa suatu amal itu dianggap sahih dan diterima karena niatnya.

Dengan pemahaman ini maka amal yang dimaksud di dalam hadits adalah amalan-amalan syar’i yang membutuhkan niat. Sedangkan amalan-amalan bukan syar’i, yang hanya sebagai kebiasaan sehari-hari seperti makan dan minum tidak termasuk di dalamnya karena tidak membutuhkan niat.

Sedangkan ulama yang lain mengatakan bahwa kalimat innamal a’malu bin niyyat di dalam hadits ini dimaksudkan untuk semua amal apa pun tanpa terkecuali. Ini merupakan pendapat para ulama mutaqaddimin, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, Abu Thalib Al-Makki, dan zahir pendapat imam Ahmad. Dalam sebuah riwayat imam Ahmad mengatakan, “Saya senang kepada seseorang yang melakukan suatu amal entah shalat, puasa, zakat, entah amalan-amalan kebaikan lainnya, didahului dengan niat sebelum mengerjakannya. Karena segala sesuatu tergantung pada niatnya.”

Dengan pemahaman ini maka berarti sebuah amal itu hanya akan dianggap bila ada niat di dalamnya. Sehingga amal seseorang yang terpaksa tidak dianggap karena tidak adanya niat dan kehendak.

Bisa juga maknanya adalah bahwa suatu amal itu dianggap rusak, sah, diterima, ditolak, berpahala, atau tidak berpahala tergantung dari niatnya.

وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Potongan hadits ini memberitahukan bahwa seseorang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Bila niatnya baik maka akan mendapat kebaikan. Bila niatnya buruk maka akan mendapat keburukan.

Secara bahasa niat adalah maksud dan kehendak. Sedangkan dalam terminologi ulama, niat mengandung dua pengertian.

Pertama, niat yang dimaksudkan untuk membedakan antarsatu ibadah dengan ibadah yang lain (seperti antara shalat zuhur dengan asar dan antara puasa Ramadan dengan puasa sunah), atau antara ibadah dengan adat kebiasaan (seperti untuk membedakan antara mandi janabah dengan mandi untuk sekadar menyegarkan badan).

Kedua, niat yang dimaksudkan untuk membedakan tujuan seseorang ketika beramal, apakah untuk Allah, atau untuk selain Allah, atau untuk Allah dan selain-Nya. Niat dengan pengertian kedua inilah yang dimaksudkan oleh hadits. Untuk itu redaksi berikutnya berbunyi:

فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ

Potongan hadits ini menjelaskan bahwa barang siapa hijrahnya diniatkan untuk Allah dan rasulnya maka ia dianggap berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya. Barang siapa yang berhijrah menuju darul islam karena atas dasar cinta kepada Allah dan rasul-Nya, karena keinginannya untuk mendalami ilmu agama, dan demi memenangkan agama Allah setelah tertindas di darul kuffar maka ia dianggap berhijrah karena Allah dan Rasulnya.

وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Sebaliknya, barang siapa yang hijrahnya dari darul kuffar menuju darul islam diniatkan untuk mencari keuntungan dunia atau demi wanita yang akan dinikahinya, maka ia hanya akan memperoleh apa yang diniatkannya itu.

Inilah pentingnya niat. Pahala amal kita tergantung dari niat yang ada. Para ahli ilmu mengatakan, ”Sesungguhnya orang-orang sama dalam amalan puasa dan shalatnya. Tetapi mereka berbeda dalam hal meniatkannya.” Meski sama-sama puasa dan shalat, pahala akan berbeda bila niatnya tidak sama. Untuk itu mari kita tata niat ini. Jangan sampai ia salah atau melenceng ...


*disarikan dari Ibnu Rajab, Jami’ul Ulum wal Hikam fi Syarhi Khamsina Haditsan min Jawami’il Kalim, ditahqiq oleh: Dr. Mahir Yasin Fahl, cet 1. , Beirut: Dar Ibnu Katsir, h. 29—69. 

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...