Tuesday 20 August 2013

Imam Ibnu Malik, Penulis Kitab Alfiyah yang Ciamik

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Bagi kalangan masyarakat pesantren khususnya dan masyarakat pecinta sastra Arab serta gramatikal Arab umumnya tentu tidak asing dengan nama Ibnu Malik dan karya monumentalnya; Alfiyah Ibnu Malik. Rasanya tak mungkin terlupakan bahwa dulu, semasa belajar pada jenjang MTs di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Pati, hafal nazham Alfiyah Ibnu Malik merupakan syarat mutlak kenaikan kelas. Sepandai apa pun ia, bila tidak hafal Nadzam Alfiyah maka tidak mungkin naik kelas.


Ibnu Malik bernama lengkap Abu Abdullah Jamaluddin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin malik Ath-Tha’i Al-Jayyani Al-Andalusi. Ia lebih masyhur dikenal dengan nama Muhammad bin Malik. Lahir di Andalusia pada tahun 600 H.

Ibnu Malik mulai menghafal Al-Quran, belajar qiraah, nahwu, dan fiqih mazhab Imam Malik di kampungnya, Jayyan. Ia belajar bahasa Arab dan Al-Quran dari Tsabit bin Khiyar Al-Kala’i.

Saat mulai dewasa, sekitar tahun 625 atau 630 H, Ibnu Malik meninggalkan daerahnya untuk menuntut ilmu. Pengembaraannya dimulai di Damaskus. Di sana ia belajar kepada Abu Shadiq Al-Hasan bin Ash-Shabah, Abul Hasan As-Sakhawi dan lainnya. Selanjutnya ia menuju ke Halab dan belajar ilmu Nahwu kepada ibnu Ya’isy, pensyarah kitab Al-Mufasshal karya Az-Zamakhsyari. Ia juga belajar kepada murid Ibnu Ya’isy, yaitu Ibnu Amrun. Ibnu Malik juga sempat belajar Syarah Al-Mufasshal kepada Ibnu Ya’is.

Tak lama berselang, Ibnu Malik muncul sebagai bintang terang dalam bidang Bahasa dan Nahwu. Namanya kesohor dalam hal mengetahui detail-detail nahwu, sharab, lugah, dan syair-syair arab.

Setelah selesai belajar bahasa, Ibnu Malik mengajar di Halab dan menjadi Imam Madrasah As-Sulthaniyah di sana. Beliau mengajar nahwu, lalu mengarang nudzum Al-Kafiyah Asy-Sy’iriyyah.

Selanjutnya Ibnu Malik menuju ke Hamah di daerah Syam. Beliau bermukim disana, menyebarkan ilmunya, melanjutkan pelajaran-pelajarannya dalam bidang nahwu, dan menyusun karya monumentalnya; Alfiyah Ibnu Malik yang pada hakikatnya merupakan ringkasan dari Al-Kafiyah Asy-Syafiyah.

Tak lama kemudian Ibnu Malik kembali ke Damaskus dan menetap di sana. Ia sibuk mengajar dan menulis. Banyak santri yang berdatangan untuk belajar. Di Damaskus ini pula beliau menulis banyak karya yang bermanfaat dalam bidang bahasa, di antaranya kitab At-Tashil yang belum ada tandingannya.

Ibnu Malik Al-Andalusi mengajar di Jami’ Al-Umawi dan Madrasah Al-Adiliyah Al-Kubra di Damaskus. Ia didaulat sebagai imamnya. Selain berkonsentrasi mengajarkan nahwu, ia juga mengajar ilmu qiraat. Dikatakan bahwa suatu hari ia pernah keluar dari pintu madrasahnya seraya berseru, “Apakah ada yang ingin belajar Ilmu Hadits, Tafsir, dan lain-lain hingga tak ada tanggungan lagi bagiku untuk menyampaikan ilmu yang kuketahui?” bila tidak ada tanggapan maka ia segera berkata, “Syukurlah. Berarti aku sudah tidak termasuk orang kitman, yakni orang yang menyembunyikan ilmu yang ia miliki.
Di antara murid Ibnu Malik adalah Syekh Baha’uddin bin An-Nahhas, Imam nawawi, Al-Faruqi, Asy-Syams Al-Ba’li, dan Az-Zain Al-Mizzi. Cukuplah kehormatan itu ketika salah satu murid dari Ibnu Malik adalah Imam Nawawi. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan rajulun pada warajulun minal kirami indana dalam nazam Alfiyah Ibnu Malik adalah Imam Nawawi.

Sebagai bentuk penghormatan terhadap Ibnu Malik, apabila ia shalat di Al-Adiliyyah maka ia akan diantar sampai ke rumah oleh Qadi Qudhah Syamsuddin bin Khalkan.

Imam Ibnu Malik memiliki kecerdasan yang tinggi dan berakhlak mulia. Ia sangat sopan serta pemalu. Membaca merupakan hobinya. Kesibukannya kalau tidak shalat maka tilawah, menulis, atau mengajar.

Imam Ibnu Malik merupakan salah satu imam dalam ilmu qiraah. Sedangkan dalam ilmu bahasa, beliau tidak ada tandingnya. Semua ulama heran dan takjub akan kemahirannya dalam ilmu nahwu. Terlebih dalil yang ia pakai untuk menguatkan pendapatnya dalam masalah nahwu selalu memakai Al-Quran, dan bila tidak ada beralih kepada hadits, baru pada syair arab. Ringkasnya, beliau merupakan maha guru dalam hal ilmu nahwu dan bahasa.
Imam Ibnu Malik hidup lebih dari 70 tahun. Selama itu ia banyak mengajar, belajar, dan menulis. Baginya membuat nazam syair, entah itu bahar rajaz maupun lainnya sangatlah mudah. Ia banyak menulis karya-karya dalam ilmu nahwu dan bahasa dengan memakai model nazam.

Di antara karya Ibnu Malik yang terkenal adalah:

1. Al-Kafiyah Asy-Syafiyah, yaitu kitab yang ditulis dalam bentuk nazam tentang nahwu dan sharaf. Nazamnya berjumlah 3000 bait dalam bahar rajaz. Kemudian disyarahi sendiri oleh Ibnu Malik. Syarahnya sudah dicetak dan dapat ditemukan di Universitas Ummul Qura yang ditahqiq oleh Dr. Abdul Mun’im Huraidi.

2. Alfiyah Ibnu Malik, yaitu kitab dalam bidang nahwu dan sharaf yang terdiri atas 1000 bait syair dalam bahar rajaz. Kitab ini merupakan ringkasan dari Al-Kafiyah Asy-Syafiyah. Sudah banyak ulama yang mensyarahi kitab ini, di antaranya Al-Asymuni, ibnu Hisyam, Al-Muradi, dan ibnu Aqil.

3. At-tashil, atau Tashilul Fawaid wa Takmilul Maqashid. Kitab ini telah dicetak di Kairo atas prakarsa kementerian kebudayaan. Di antaranya syarah yang terkenal atas kitab ini adalah At-Tadzyil wa At-Takmil karya Abu Hayyan Al-Andalusi, Ta’liq Al-Fara’id karya Ad-Damayini, dan Al-Musa’id karya Ibnu Aqil.

4. Syarah At-tashil, tapi belum lengkap. Baru sampai bab Al-Mashadir.

5. Syarh Umdatul Hafidh wa Uddatul Lafidh, ditahqiq oleh Dr. Adnan Ad-Dauri, dicetak di bagdad 1977.

6. Syawahid At-Taudhih wa At-Tashih Limusykilat Al-Jami’ Ash-Shahih. Kitab ini membahas tentang persoalan I’rab dalam kitab Sahih Buhari. Ditahqiq dan dicetak oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi di Kairo tahun 1956.

7. dan lain-lain.


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...