|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||
Bagi kalangan masyarakat pesantren
khususnya dan masyarakat pecinta sastra Arab serta gramatikal Arab umumnya
tentu tidak asing dengan nama Ibnu Malik dan karya monumentalnya; Alfiyah Ibnu
Malik. Rasanya tak mungkin terlupakan bahwa dulu, semasa belajar pada jenjang
MTs di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Pati, hafal nazham Alfiyah
Ibnu Malik merupakan syarat mutlak kenaikan kelas. Sepandai apa pun ia, bila
tidak hafal Nadzam Alfiyah maka tidak mungkin naik kelas.
Ibnu Malik bernama lengkap Abu
Abdullah Jamaluddin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin malik
Ath-Tha’i Al-Jayyani Al-Andalusi. Ia lebih masyhur dikenal dengan nama Muhammad
bin Malik. Lahir di Andalusia pada tahun 600 H.
Ibnu Malik mulai menghafal Al-Quran,
belajar qiraah, nahwu, dan fiqih mazhab Imam Malik di kampungnya, Jayyan. Ia
belajar bahasa Arab dan Al-Quran dari Tsabit bin Khiyar Al-Kala’i.
Saat mulai dewasa, sekitar tahun 625
atau 630 H, Ibnu Malik meninggalkan daerahnya untuk menuntut ilmu.
Pengembaraannya dimulai di Damaskus. Di sana ia belajar kepada Abu Shadiq
Al-Hasan bin Ash-Shabah, Abul Hasan As-Sakhawi dan lainnya. Selanjutnya ia
menuju ke Halab dan belajar ilmu Nahwu kepada ibnu Ya’isy, pensyarah kitab
Al-Mufasshal karya Az-Zamakhsyari. Ia juga belajar kepada murid Ibnu Ya’isy,
yaitu Ibnu Amrun. Ibnu Malik juga sempat belajar Syarah Al-Mufasshal kepada
Ibnu Ya’is.
Tak lama berselang, Ibnu Malik
muncul sebagai bintang terang dalam bidang Bahasa dan Nahwu. Namanya kesohor
dalam hal mengetahui detail-detail nahwu, sharab, lugah, dan syair-syair arab.
Setelah selesai belajar bahasa, Ibnu
Malik mengajar di Halab dan menjadi Imam Madrasah As-Sulthaniyah di sana.
Beliau mengajar nahwu, lalu mengarang nudzum Al-Kafiyah Asy-Sy’iriyyah.
Selanjutnya Ibnu Malik menuju ke
Hamah di daerah Syam. Beliau bermukim disana, menyebarkan ilmunya, melanjutkan
pelajaran-pelajarannya dalam bidang nahwu, dan menyusun karya monumentalnya;
Alfiyah Ibnu Malik yang pada hakikatnya merupakan ringkasan dari Al-Kafiyah
Asy-Syafiyah.
Tak lama kemudian Ibnu Malik kembali
ke Damaskus dan menetap di sana. Ia sibuk mengajar dan menulis. Banyak santri
yang berdatangan untuk belajar. Di Damaskus ini pula beliau menulis banyak
karya yang bermanfaat dalam bidang bahasa, di antaranya kitab At-Tashil yang
belum ada tandingannya.
Ibnu Malik Al-Andalusi mengajar di
Jami’ Al-Umawi dan Madrasah Al-Adiliyah Al-Kubra di Damaskus. Ia didaulat
sebagai imamnya. Selain berkonsentrasi mengajarkan nahwu, ia juga mengajar ilmu
qiraat. Dikatakan bahwa suatu hari ia pernah keluar dari pintu madrasahnya
seraya berseru, “Apakah ada yang ingin belajar Ilmu Hadits, Tafsir, dan
lain-lain hingga tak ada tanggungan lagi bagiku untuk menyampaikan ilmu yang
kuketahui?” bila tidak ada tanggapan maka ia segera berkata, “Syukurlah.
Berarti aku sudah tidak termasuk orang kitman, yakni orang yang menyembunyikan
ilmu yang ia miliki.
Di antara murid Ibnu Malik adalah
Syekh Baha’uddin bin An-Nahhas, Imam nawawi, Al-Faruqi, Asy-Syams Al-Ba’li, dan
Az-Zain Al-Mizzi. Cukuplah kehormatan itu ketika salah satu murid dari Ibnu
Malik adalah Imam Nawawi. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan rajulun
pada warajulun minal kirami indana dalam nazam Alfiyah Ibnu Malik adalah
Imam Nawawi.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap
Ibnu Malik, apabila ia shalat di Al-Adiliyyah maka ia akan diantar sampai ke
rumah oleh Qadi Qudhah Syamsuddin bin Khalkan.
Imam Ibnu Malik memiliki kecerdasan
yang tinggi dan berakhlak mulia. Ia sangat sopan serta pemalu. Membaca
merupakan hobinya. Kesibukannya kalau tidak shalat maka tilawah, menulis, atau
mengajar.
Imam Ibnu Malik merupakan salah satu
imam dalam ilmu qiraah. Sedangkan dalam ilmu bahasa, beliau tidak ada tandingnya.
Semua ulama heran dan takjub akan kemahirannya dalam ilmu nahwu. Terlebih dalil
yang ia pakai untuk menguatkan pendapatnya dalam masalah nahwu selalu memakai
Al-Quran, dan bila tidak ada beralih kepada hadits, baru pada syair arab.
Ringkasnya, beliau merupakan maha guru dalam hal ilmu nahwu dan bahasa.
Imam Ibnu Malik hidup lebih dari 70
tahun. Selama itu ia banyak mengajar, belajar, dan menulis. Baginya membuat
nazam syair, entah itu bahar rajaz maupun lainnya sangatlah mudah. Ia banyak
menulis karya-karya dalam ilmu nahwu dan bahasa dengan memakai model nazam.
Di antara karya Ibnu Malik yang
terkenal adalah:
1. Al-Kafiyah Asy-Syafiyah, yaitu
kitab yang ditulis dalam bentuk nazam tentang nahwu dan sharaf. Nazamnya
berjumlah 3000 bait dalam bahar rajaz. Kemudian disyarahi sendiri oleh Ibnu
Malik. Syarahnya sudah dicetak dan dapat ditemukan di Universitas Ummul Qura
yang ditahqiq oleh Dr. Abdul Mun’im Huraidi.
2. Alfiyah Ibnu Malik, yaitu kitab
dalam bidang nahwu dan sharaf yang terdiri atas 1000 bait syair dalam bahar
rajaz. Kitab ini merupakan ringkasan dari Al-Kafiyah Asy-Syafiyah. Sudah banyak
ulama yang mensyarahi kitab ini, di antaranya Al-Asymuni, ibnu Hisyam,
Al-Muradi, dan ibnu Aqil.
3. At-tashil, atau Tashilul Fawaid
wa Takmilul Maqashid. Kitab ini telah dicetak di Kairo atas prakarsa
kementerian kebudayaan. Di antaranya syarah yang terkenal atas kitab ini adalah
At-Tadzyil wa At-Takmil karya Abu Hayyan Al-Andalusi, Ta’liq Al-Fara’id karya
Ad-Damayini, dan Al-Musa’id karya Ibnu Aqil.
4. Syarah At-tashil, tapi belum
lengkap. Baru sampai bab Al-Mashadir.
5. Syarh Umdatul Hafidh wa Uddatul
Lafidh, ditahqiq oleh Dr. Adnan Ad-Dauri, dicetak di bagdad 1977.
6. Syawahid At-Taudhih wa At-Tashih
Limusykilat Al-Jami’ Ash-Shahih. Kitab ini membahas tentang persoalan I’rab
dalam kitab Sahih Buhari. Ditahqiq dan dicetak oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi di
Kairo tahun 1956.
7. dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...