|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||
Hal yang Perlu Diperhatikan oleh
Orang yang Berkurban
Berkurban merupakan salah satu
bentuk mendekatkan diri kepada Allah yang memiliki sejumlah aturan dan tata
cara. Oleh karena itu, bagi orang yang berkurban sebaiknya memperhatikan
hal-hal yang menyangkut aturan dan tata cara tersebut, di antaranya sebagai
berikut.
1. Menyembelih hewan kurbannya
sendiri
Syekh Sayid Sabiq di dalam bukunya Fiqhu
As-Sunnah mengatakan bahwa orang yang akan berkurban disunahkan untuk
menyembelih hewan kurbannya sendiri apabila ia mampu. Dan ketika binatang
kurban itu sudah direbahkan untuk disembelih, apabila kurbannya diniatkan untuk
dirinya sendiri hendaklah ia membaca:
بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ
هَذَا عَنِّيْ
Dengan menyebut asma Allah, Allah
Mahabesar, ya Allah, ini (kurban) dariku.
Adapun bila kurban diniatkan untuk
diri sendiri beserta keluarga, maka hendaklah ia membaca:
بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا عَنِّيْ وَعَنْ أَهْلِ
بَيْتِيْ
Dengan menyebut asma Allah, Allah
Mahabesar, ya Allah, ini (kurban) dariku dan keluargaku.
Redaksi yang lain, sebagaimana
disebutkan oleh Imam Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmû' Fatâwâ
berbunyi:
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّيْ كَمَا
تَقَبَّلْتَ مِنْ إبْرَاهِيْمَ خَلِيْلِكَ
Dengan menyebut asma Allah dan Allah
Mahabesar. Ya Alah, terimalah (kurban) dariku ini, sebagaimana engkau menerima
kurban dari Nabi Ibrahim kekasih-Mu.
Hal ini berdasarkan hadits riwayat
Imam Tirmidzi dan Abu Daud dari Jabir bin Abdullah r.a. yang berkata, "Aku
mengikuti shalat Iduladha di mushalla bersama Rasulullah. Setelah menyelesaikan
khutbahnya, beliau lantas turun dari mimbar. Lalu didatangkan seekor kambing,
dan Rasulullah menyembelihnya sendiri seraya berkata:
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا
عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي.
Dengan menyebut asma Allah, dan Allah Mahabesar. Ini
(kurban) dariku dan dari umatku yang belum berkurban.
Redaksi yang lain, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud berbunyi:
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ
مُحَمَّدٍ
Ya Allah, terimalah (kurban) dari Muhammad, keluarga
Muhammad, dan dari umat Muhammad.
Adapun apabila seseorang merasa
tidak mampu untuk menyembelih sendiri, maka boleh diwakilkan atau meminta
kepada orang lain untuk menyembelih. Tapi meskipun begitu, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim di dalam kitabnya Al-Mustadrak 'ala
Ash-Shahihain dari Imran bin Husein, hendaklah ia hadir dan menyaksikan
penyembelihannya, seraya membaca:
إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ
وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ .
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah termasuk orang yang
menyerahkan diri (kepada Allah).
2. Membagi Daging Kurban
Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya, dari
sisi sosial, berkurban dimaksudkan untuk memberi kelapangan kepada fakir
miskin, memberi makanan kepada mereka, dan menebar kebahagiaan di saat hari
raya. Allah swt. berfirman:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ
فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
supaya mereka
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah
pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada
mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian
lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj:
28)
Tentu saja
tujuan mulia tersebut tidak akan dapat terwujud bila daging kurban hanya
dikonsumsi oleh orang yang berkurban saja. Untuk itu, orang yang berkurban
hendaklah membagi-bagikan daging hewan kurbannya kepada sanak keluarga,
tetangga, dan para fakir miskin.
Hasanain
Muhammad Makhluf di dalam Fatâwâ Al-Azhar mengatakan bahwa menurut empat
mazhab, orang yang berkurban boleh memakan daging hewan kurbannya,
memberikannya kepada orang kaya dan miskin, serta menyimpannya.
Adapun persentase dari pembagiannya tidaklah
harus tepat sepertiga; di mana sepertiga untuk konsumsi pribadi, sepertiga
untuk kerabat, dan sepertiga lagi untuk para tetangga dan fakir miskin. Sebab,
yang penting adalah membaginya. Boleh-boleh saja jika perbandingannya adalah
40:30:30, atau 50:25:25. Khususnya jika orang-orang fakir jumlahnya lebih
banyak. Dalam hal pembagian ini, yang terpenting adalah masing-masing orang
fakir mendapat bagian, dan kerabat juga mendapat bagian, karena tujuan utama
berkurban adalah membagi-bagi kegembiraan dan memenuhi perintah Allah swt.
dalam firman-Nya, “Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi)
berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj:
28)
Jadi, yang penting adalah daging
dari hewan kurban tersebut tidak dimakan semuanya sendiri, karena kalau daging
hewan kurban untuk konsumsi pribadi, maka aspek sosial dari ibadah kurban
menjadi tidak berlaksana, dan tentu saja menyalahi aturan syariat.
3. Tidak menjual apa pun dari hewan kurbannya
Hal lain yang hendaklah diperhatikan oleh orang yang berkurban adalah
tidak menjual apa pun dari hewan kurbannya; baik itu dagingnya, bulunya, maupun
kulitnya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudhri bahwa Rasulullah
saw. bersabda:
... وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا
وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلَا تَبِيعُوهَا
... dan janganlah kalian menjual daging
al-hadyu dan daging kurban. Makanlah, sedekahkanlah, dan bersenang-senanglah
dengan kulitnya, tapi jangan engkau menjualnya.
Di dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Abdurrahman bin
Abi Laila bahwa Rasulullah pernah memerintahkan sahabat Ali r.a. mengurusi unta-unta hadyu beliau dan membagikan
daging-dagingnya, kulit-kulitnya, serta jilal-jilalnya (kain penutup
punggung unta) untuk kaum miskin. Mengomentari hadits ini, Imam Asy-Syirazi di dalam Al-Muhaddzab mengatakan
bahwa menjual sesuatu dari hadyu dan kurban, baik kurban yang wajib (nadzar)
maupun kurban yang sunah itu hukumnya tidak boleh.
Al-Hakim dan Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari
Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
Barang siapa menjual kulit
kurbannya, maka tidak ada pahala kurban baginya.
Menurut Imam Suyuthi di dalam Al-Jami'
Ash-Shaghir mengatakan bahwa kualitas hadits ini sahih. Dari hadits ini
para ulama, seperti Syekh Zakariya Al-Anshari di dalam Fathul Wahhab dan
Syekh Asy-Syarbini Al-Khathib di dalam Al-Iqnâ' menyimpulkan haramnya
pekurban untuk menjual kulit kurbannya.
4. Tidak memberi upah kepada jagal dari hasil sembelihan
Apabila orang yang berkurban tidak menyembelih hewan kurbannya sendiri
lalu menyerahkan kepada jagal untuk menyembelihnya, maka ia tidak diperbolehkan
memberi upah kepada jagal tersebut dari hasil sembelihan kurbannya. Misalnya,
jagal dijatah mendapat bagian kulit dan kepala dari hewan kurban, atau
sejenisnya. Hal ini tidak boleh dan bertentangan dengan sunah.
Di dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Abdurrahman bin Abi Laila
berkata bahwa Ali r.a. pernah memberitahukan kepadanya:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا
لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا .
(رواه البخاري)
Bahwa Rasulullah pernah memerintahkannya (Ali r.a.) mengurusi unta-unta hadyu beliau dan membagikan semua
daging-dagingnya, kulit-kulitnya, serta jilal-jilalnya (kain penutup punggung
unta), dan tidak memberikan sesuatu pun darinya kepada tukang jagalnya. (HR. Bukhari)
Jadi, berdasarkan hadits ini, orang yang berkurban tidak diperkenankan mengupah
jagal dari hasil sembelihannya.
Ibnu Khuzaimah, sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul
Bari mengatakan bahwa yang dimaksud dengan larangan ini adalah, orang yang
berkurban tidak diperkenankan mengupah jagal dengan mengambilkannya dari daging
hewan kurban. Tapi hal ini tidak berarti jagal tidak diperbolehkan menikmati
hewan kurban sembelihannya. Sebab, orang yang berkurban boleh saja
menyedekahkan sebagian daging kurbannya kepada jagal, dengan syarat bukan atas
dasar sebagai upah atau gaji.
Jadi, mengupah jagal dengan daging kurban yang dia sembelih itu tidak
boleh, karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari akad mu'awadah.
Adapun jika pekurban memberikan daging kurbannya kepada jagal tidak atas dasar
upah, tetapi atas dasar sedekah, hadiah, atau bonus maka secara kiyas hukumnya
tidak apa-apa. Dengan catatan, jangan sampai pemberian daging ini membuat jagal
urung, tidak enak, atau merasa sudah cukup sehingga tidak lagi meminta upah
karena sudah mendapatkan daging. Sebab, kalau hal ini yang terjadi, maka fakta
hukumnya menunjukkan bahwa itu merupakan akad mu'awadah yang justru
menjadi alasan mengapa mengupah jagal dengan daging kurban tidak diperbolehkan.
Lalu bagaimana solusinya? Apabila orang yang berkurban tidak menyembelih
hewan kurbannya sendiri dan menyerahkan kepada jagal, maka hendaklah dia
menyediakan upah khusus untuk jagal dari kantongnya sendiri, dan tidak
mengambilkannya dari hewan kurbannya. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Imam
Muslim dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang berkata:
أَمَرَنِىْ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا
وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ الْجَزَّارَ مِنْهَا . قَالَ :
نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا. (رواه مسلم)
Rasulullah saw. memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta hadyu beliau,
dan supaya aku menyedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kain atau
kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin), dan supaya
aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan itu kepada tukang jagal.
Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami
sendiri." (HR. Muslim)
*Disarikan dari buku Tuntunan Berkurban dan
Menyembelih Hewan karya Ali Ghufron, Amzah, Jakarta, cet. 2, 2013
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...