Monday 14 October 2013

Seputar Berkurban (part 8)

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Syarat-Syarat Berkurban
Syarat berkurban dapat dibagi menjadi dua, yaitu syarat kesunahannya, dan syarat sahnya.

1. Syarat Kesunahan Berkurban
Pada pembahasan hukum berkurban sudah dijelaskan bahwa mayoritas ulama mengatakan hukum berkurban itu sunah muakad, yaitu sunah yang pelaksanaannya sangat dianjurkan. Hanya saja, tidak semua orang mendapat kesunahan berkurban. Sebab, seseorang hukumnya sunah melakukan berkurban apabila memenuhi syarat-syarat kesunahan berkurban, sebagai berikut.

 a. Mampu
Syarat kesunahan pertama adalah mampu. Seseorang disunahkan berkurban apabila dia mampu. Jadi, orang yang tidak mampu tidak disunahkan melakukan kurban dan tidak harus memaksakan diri bila itu malah akan memberatkan.

Menurut Imam Syafii, sebagaimana tersebut di dalam kitab Al-Fiqhu 'alâ Al-Madzâhib Al-Arba'ah, seseorang dikatakan mampu berkurban apabila dia memiliki sejumlah uang yang dapat dipakai untuk membeli hewan kurban, di mana uang tersebut tidak ia butuhkan dan tidak dibutuhkan oleh oleh orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya pada hari raya iduladha dan tiga hari tasyrik. Orang yang dalam kondisi seperti itu mendapat kesunahan untuk berkurban.

Itulah pendapat yang lebih mantap untuk diikuti. Memang Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa seseorang tetap dianggap mampu dan mendapat kesunahan berkurban meskipun uang yang dia peroleh untuk berkurban itu lewat jalan utang; dengan catatan, dia merasa mampu untuk membayarnya. Imam Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmû'u Al-Fatâwâ juga mengatakan, apabila seseorang punya kemampuan untuk membayar utang, kemudian dia berutang guna membeli hewan kurban maka hal itu baik, meskipun tidak harus dilakukan. Orang seperti ini dianggap mampu karena dia mampu membayar utangnya.

b. Merdeka
Syarat kedua dari kesunahan berkurban adalah merdeka, bukan seorang budak, bukan pula orang yang kemerdekaannya terpasung. Pada zaman sekarang, yang termasuk dari orang yang tidak merdeka adalah para tahanan di penjara, di mana orang-orang seperti itu tidak memiliki kebebasan. Orang yang seperti itu tidak mendapat kesunahan berkurban. Akan tetapi, kata Syekh Yusuf Qardhawi di dalam salah satu bukunya, jika seorang tawanan atau tahanan itu memiliki harta, boleh saja dia berpesan kepada seseorang untuk membelikannya hewan kurban untuk disembelih. Ini merupakan wasiat yang harus dilaksanakan, sebab seseorang tidak diperbolehkan mempergunakan harta orang lain kecuali atas izin pemiliknya.

2. Syarat Sah Berkurban
Seseorang yang memenuhi syarat kesunahan berkurban tidak dapat serta merta berkurban dengan cara semaunya. Sebab, selain terdapat syarat kesunahan, berkurban juga memiliki syarat sah, yang apabila syarat ini tidak dipenuhi maka sembelihannya dianggap tidak sah. Adapun syarat sah berkurban adalah sebagai berikut.

a. Berkurban pada Waktunya
Kurban memiliki waktunya tersendiri, dan ia tidak sah apabila dilaksanakan sebelum atau sesudah waktu tersebut. Adapun waktu dimulainya berkurban adalah setelah shalat hari raya iduladha, dan terus berlangsung sampai tenggelamnya matahari pada hari tasyrik yang ketiga. Selagi berkurban dilaksanakan pada waktu-waktu tersebut, maka hukumnya sah.

b. Berkurban dengan Binatang Ternak
Kurban seseorang dianggap sah apabila yang dia kurbankan berupa binatang ternak. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. di dalam Surah Al-Hajj ayat 28 sebagai berikut:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ...

supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak ... (Al-Hajj: 28)

c. Hewan yang Dipakai Berkurban Tidak Cacat
Syarat sah berkurban yang ketiga adalah hewan yang dipakai untuk berkurban tidak cacat. Adapun kriteria cacat pada hewan yang membuatnya tidak sah dipakai untuk berkurban ada empat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. dari Al-Barra' bin 'Azib berikut ini:

لَا يَجُوزُ مِنْ الضَّحَايَا الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِي
Tidak boleh dipakai untuk berkurban hewan yang salah satu bola matanya jelas-jelas buta, dan hewan yang jelas-jelas terlihat pincang, dan hewan yang jelas-jelas terlihat sakit, dan hewan yang kurus serta tidak memiliki sumsum. (HR. Nasa'i)
Hadits di atas menyebutkan empat jenis cacat yang menyebabkan seekor hewan tidak dapat dipakai berkurban apabila menyandang salah satunya. Pertama adalah hewan yang salah satu matanya buta, kemudian hewan yang pincang, sakit, dan hewan yang kurus. Perlu digarisbawahi di sini bahwa redaksi hadits di atas selalu menyertakan kata al-bayyin (yang jelas-jelas terlihat) pada setiap cacat yang ada. Ini artinya, apabila cacat seekor hewan tidak begitu kentara dan tidak terlihat maka tidaklah mengapa. Al-Khatabi berkata, sebagaimana terdapat di dalam kitab 'Aunu Al-Ma'bûd, "Hadits ini menjadi dalil bahwa cacat yang tidak kentara pada hewan kurban tidaklah mengapa."

d. Hewan yang Dipakai Kurban Cukup Umur
Hewan yang dipakai untuk berkurban hendaklah sudah mencukupi umur. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa penentuan umur binatang yang dapat dipakai berkurban adalah tauqifi. Artinya, penentuan umurnya sudah ditetapkan oleh Rasulullah dan kita tinggal mengikuti saja, sehingga tidak dibenarkan bila membuat penentuan umur sendiri; dengan alasan apa pun; meski hewan yang belum cukup umur itu lebih gemuk dibanding hewan yang sudah cukup umur.

Mengenai batasan umur hewan kurban ini Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir r.a.:

لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ .
Janganlah menyembelih (untuk kurban) kecuali hewan musinnah. Kecuali apabila sulit mendapatkannya bagi kalian maka sembelihlah (untuk kurban) hewan jadza'ah dari jenis domba.
An-Nawawi di dalam kitab Syarh Muslim berkata, "Secara zahirnya, hadits di atas menyebutkan bahwa berkurban dengan domba yang mencapai usia jadza'ah tidak boleh, kecuali apabila seseorang memang tidak mampu berkurban dengan hewan kurban yang mencapai usia musinnah. Hanya saja, ulama sepakat untuk tidak memaknai hadits ini secara zahir, dan harus ditakwilkan dengan: 'sebaiknya' tidak menyembelih kecuali binatang yang sudah mencapai musinnah. Riwayat lain yang mendukung hal ini adalah hadits dari Uqbah bin Amir r.a. yang diriwayatkan oleh An-Nasa'i di dalam kitab Sunan-nya.:

ضَحَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِجَذَعٍ مِنْ الضَّأْنِ
Kami berkurban bersama Rasulullah saw. dengan domba yang mencapai usia jadza'ah. (HR. An-Nasa'i)

Jadi, dari kedua hadits ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hewan-hewan yang dipakai untuk berkurban hendaklah sudah mencapai usia musinnah, kecuali domba atau biri-biri, karena khusus domba atau biri-biri, usianya sudah mencukupi jika mencapai jadza'ah.

Batas minimal hewan yang dapat dipakai berkurban adalah: untuk domba minimal enam bulan, kambing minimal satu tahun, sapi minimal dua tahun, dan unta minimal lima tahun. Sekali lagi, ini adalah usia minimal, yang artinya tidak boleh kurang dari usia tersebut. Keterangan ini bisa ditemukan pada kitab Fiqhu As-Sunnah karya Syekh Sayid Sabiq, juga di dalam kitab Asy-Syarhul Mumti' karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.



*Disarikan dari buku Tuntunan Berkurban dan Menyembelih Hewan karya Ali Ghufron, Amzah, Jakarta, cet. 2, 2013

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...