|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||
Syarat-Syarat Berkurban
Syarat berkurban dapat dibagi menjadi dua, yaitu syarat
kesunahannya, dan syarat sahnya.
1. Syarat Kesunahan Berkurban
Pada pembahasan hukum berkurban sudah dijelaskan bahwa
mayoritas ulama mengatakan hukum berkurban itu sunah muakad, yaitu sunah yang
pelaksanaannya sangat dianjurkan. Hanya saja, tidak semua orang
mendapat kesunahan berkurban. Sebab, seseorang hukumnya sunah melakukan
berkurban apabila memenuhi syarat-syarat kesunahan berkurban, sebagai berikut.
a.
Mampu
Syarat
kesunahan pertama adalah mampu. Seseorang disunahkan berkurban apabila dia
mampu. Jadi, orang yang tidak mampu tidak disunahkan melakukan kurban dan tidak
harus memaksakan diri bila itu malah akan memberatkan.
Menurut
Imam Syafii, sebagaimana tersebut di dalam kitab Al-Fiqhu 'alâ Al-Madzâhib
Al-Arba'ah, seseorang dikatakan mampu berkurban apabila dia memiliki
sejumlah uang yang dapat dipakai untuk membeli hewan kurban, di mana uang
tersebut tidak ia butuhkan dan tidak dibutuhkan oleh oleh orang-orang yang
berada di bawah tanggung jawabnya pada hari raya iduladha dan tiga hari
tasyrik. Orang yang dalam kondisi seperti itu mendapat kesunahan untuk
berkurban.
Itulah
pendapat yang lebih mantap untuk diikuti. Memang Imam Ahmad bin Hambal
berpendapat bahwa seseorang tetap dianggap mampu dan mendapat kesunahan
berkurban meskipun uang yang dia peroleh untuk berkurban itu lewat jalan utang;
dengan catatan, dia merasa mampu untuk membayarnya. Imam Ibnu Taimiyah di dalam
kitab Majmû'u Al-Fatâwâ juga mengatakan, apabila seseorang punya
kemampuan untuk membayar utang, kemudian dia berutang guna membeli hewan kurban
maka hal itu baik, meskipun tidak harus dilakukan. Orang seperti ini dianggap
mampu karena dia mampu membayar utangnya.
b.
Merdeka
Syarat
kedua dari kesunahan berkurban adalah merdeka, bukan seorang budak, bukan pula
orang yang kemerdekaannya terpasung. Pada zaman sekarang, yang termasuk dari
orang yang tidak merdeka adalah para tahanan di penjara, di mana orang-orang
seperti itu tidak memiliki kebebasan. Orang yang seperti itu tidak mendapat
kesunahan berkurban. Akan tetapi, kata Syekh Yusuf Qardhawi di dalam salah satu
bukunya, jika seorang tawanan atau tahanan itu memiliki harta, boleh saja dia
berpesan kepada seseorang untuk membelikannya hewan kurban untuk disembelih.
Ini merupakan wasiat yang harus dilaksanakan, sebab seseorang tidak diperbolehkan
mempergunakan harta orang lain kecuali atas izin pemiliknya.
2.
Syarat Sah Berkurban
Seseorang yang memenuhi syarat kesunahan berkurban tidak
dapat serta merta berkurban dengan cara semaunya. Sebab, selain terdapat syarat
kesunahan, berkurban juga memiliki syarat sah, yang apabila syarat ini tidak
dipenuhi maka sembelihannya dianggap tidak sah. Adapun syarat sah berkurban
adalah sebagai berikut.
a.
Berkurban pada Waktunya
Kurban memiliki waktunya tersendiri, dan ia tidak sah
apabila dilaksanakan sebelum atau sesudah waktu tersebut. Adapun waktu
dimulainya berkurban adalah setelah shalat hari raya iduladha, dan terus
berlangsung sampai tenggelamnya matahari pada hari tasyrik yang ketiga. Selagi
berkurban dilaksanakan pada waktu-waktu tersebut, maka hukumnya sah.
b. Berkurban dengan Binatang Ternak
Kurban seseorang dianggap sah apabila yang dia kurbankan
berupa binatang ternak. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. di dalam Surah
Al-Hajj ayat 28 sebagai berikut:
لِيَشْهَدُوا
مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا
رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ...
supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka
dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas
rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak ... (Al-Hajj:
28)
c.
Hewan yang Dipakai Berkurban Tidak Cacat
Syarat
sah berkurban yang ketiga adalah hewan yang dipakai untuk berkurban tidak
cacat. Adapun kriteria cacat pada hewan yang membuatnya tidak sah dipakai untuk
berkurban ada empat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. dari Al-Barra' bin 'Azib
berikut ini:
لَا يَجُوزُ مِنْ الضَّحَايَا
الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا
وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِي
Tidak boleh dipakai untuk berkurban hewan yang salah satu
bola matanya jelas-jelas buta, dan hewan yang jelas-jelas terlihat pincang, dan
hewan yang jelas-jelas terlihat sakit, dan hewan yang kurus serta tidak
memiliki sumsum. (HR. Nasa'i)
Hadits di atas menyebutkan empat
jenis cacat yang menyebabkan seekor hewan tidak dapat dipakai berkurban apabila
menyandang salah satunya. Pertama adalah hewan yang salah satu matanya buta,
kemudian hewan yang pincang, sakit, dan hewan yang kurus. Perlu digarisbawahi
di sini bahwa redaksi hadits di atas selalu menyertakan kata al-bayyin
(yang jelas-jelas terlihat) pada setiap cacat yang ada. Ini artinya, apabila
cacat seekor hewan tidak begitu kentara dan tidak terlihat maka tidaklah
mengapa. Al-Khatabi berkata, sebagaimana terdapat di dalam kitab 'Aunu
Al-Ma'bûd, "Hadits ini menjadi dalil bahwa cacat yang tidak kentara
pada hewan kurban tidaklah mengapa."
d. Hewan yang Dipakai Kurban Cukup
Umur
Hewan yang dipakai untuk berkurban
hendaklah sudah mencukupi umur. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa penentuan
umur binatang yang dapat dipakai berkurban adalah tauqifi. Artinya,
penentuan umurnya sudah ditetapkan oleh Rasulullah dan kita tinggal mengikuti
saja, sehingga tidak dibenarkan bila membuat penentuan umur sendiri; dengan
alasan apa pun; meski hewan yang belum cukup umur itu lebih gemuk dibanding
hewan yang sudah cukup umur.
Mengenai batasan umur hewan kurban
ini Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Jabir r.a.:
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ
فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ .
Janganlah menyembelih (untuk kurban) kecuali hewan musinnah.
Kecuali apabila sulit mendapatkannya bagi kalian maka sembelihlah (untuk
kurban) hewan jadza'ah dari jenis domba.
An-Nawawi di dalam kitab Syarh
Muslim berkata, "Secara zahirnya, hadits di atas menyebutkan bahwa
berkurban dengan domba yang mencapai usia jadza'ah tidak boleh, kecuali
apabila seseorang memang tidak mampu berkurban dengan hewan kurban yang
mencapai usia musinnah. Hanya saja, ulama sepakat untuk tidak memaknai
hadits ini secara zahir, dan harus ditakwilkan dengan: 'sebaiknya' tidak
menyembelih kecuali binatang yang sudah mencapai musinnah. Riwayat lain
yang mendukung hal ini adalah hadits dari Uqbah bin Amir r.a. yang diriwayatkan
oleh An-Nasa'i di dalam kitab Sunan-nya.:
ضَحَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِجَذَعٍ مِنْ الضَّأْنِ
Kami berkurban
bersama Rasulullah saw. dengan domba yang mencapai usia jadza'ah. (HR.
An-Nasa'i)
Jadi, dari
kedua hadits ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hewan-hewan yang dipakai untuk
berkurban hendaklah sudah mencapai usia musinnah, kecuali domba
atau biri-biri, karena khusus domba atau biri-biri, usianya sudah mencukupi jika
mencapai jadza'ah.
Batas minimal hewan yang dapat
dipakai berkurban adalah: untuk domba minimal enam bulan, kambing minimal satu
tahun, sapi minimal dua tahun, dan unta minimal lima tahun. Sekali lagi, ini
adalah usia minimal, yang artinya tidak boleh kurang dari usia tersebut.
Keterangan ini bisa ditemukan pada kitab Fiqhu As-Sunnah karya Syekh
Sayid Sabiq, juga di dalam kitab Asy-Syarhul Mumti' karya Syekh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin.
*Disarikan dari buku Tuntunan Berkurban dan
Menyembelih Hewan karya Ali Ghufron, Amzah, Jakarta, cet. 2, 2013
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...