|| Oleh: Ali
Ghufron Sudirman ||
Anas bin Malik RA berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Orang yang mati akan diikuti oleh tiga hal. Yang dua kembali, dan
yang satu tetap menemani. Ia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya, dan amal
perbuatannya. Keluarga dan hartanya kembali, sedang amalnya tetap menemani (HR.
Bukhari Muslim).
Hadits sahih di atas dengan lugas mengingatkan kita
kembali. Bahwa prioritas utama seorang Muslim adalah menumpuk amal, bukan
menumpuk harta atau mengandalkan keselamatan kepada keluarga. Sebab, harta yang
kita tumpuk tidak ikut kita bawa mati. Dan keluarga yang kita andalkan, tidak
mau menemani. Semua itu akan pergi meninggalkan kita. Justru di saat kita
benar-benar sendiri dan sepi dalam kegelapan kubur.
Hanya amal yang setia menemani. Jika amal kita
baik, maka di alam kubur, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan
Baihaqi, akan menjelma menjadi wajah orang rupawan yang membawa harapan. Tapi
jika amal kita buruk, maka ia menjelma menjadi seorang buruk rupa yang
memancarkan aura kesedihan.
Di alam kubur, orang yang beramal baik tidak sabar
menunggu datangnya Kiamat, setelah diberitahu kedudukannya di surga. Ia berdoa,
“Ya Allah, segerakanlah Hari Kiamat” (HR. Thabrani dan Baihaqi). Berbeda dengan
orang yang banyak beramal buruk, ia memelas seraya berkata, “Ya Tuhanku,
mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"
(Al-Munafiqun: 10)
Orang-orang yang beramal buruk itu ketakutan
setelah diperlihatkan tempatnya di neraka. Mereka memelas minta dihidupkan
lagi. Namun Allah sekali-kali tidak akan mengabulkan. Dahulu ketika masih
hidup, mereka mengira bahwa anak dan harta akan mampu menjadi juru selamat.
Mereka berkata, sebagaimana disebutkan di dalam surat Saba’, "Kami
lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu), dan kami
sekali-kali tidak akan diazab (Saba’: 35).
Mereka menyangka bahwa Pengadilan Tuhan dapat
disogok dengan uang milyaran, atau dapat dilobi oleh keluarga mereka yang
ningrat dan terhormat. Tapi Allah SWT membantah semua itu dengan berfirman, Dan
sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anakmu yang mendekatkan kamu
kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda
disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di
tempat-tempat yang tinggi dalam surga (Saba’: 37). Rasulullah SAW juga
bersabda, “... Barangsiapa cacat amalnya,
maka keluarganya tidak dapat menyempurnakannya.” (HR. Muslim)
Hanya amal yang dapat menjadi tumpuan harapan di
akhirat. Untuk itu, harta yang kita miliki, dan keluarga yang kita cintai,
harus kita proyeksikan untuk menggapai pahala amal saleh, bukan untuk ditumpuk
dan dibangga-banggakan. Nabi Ibrahim berdoa, “Dan janganlah Engkau hinakan
aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak
berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
(Asy-Syu’ara’: 87-89). Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...