Thursday 14 November 2013

Modal Kita Sama, Tapi…



|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||


Saudaraku, kita hidup di dunia ini dibekali modal yang sama oleh Allah, yaitu  modal umur dan waktu. Kita sama-sama diberi modal umur mulai dari nol. Kita juga sama-sama diberi modal waktu 24 jam setiap hari. Tapi nyatanya, meskipun modal sama, nasib kita berbeda-beda. Cara kita menyikapi modal juga tidak sama.


Ada orang yang mampu mengisi umurnya, bahkan sejak kecil dengan hal-hal positif dan baik. Tapi ada pula orang yang bahkan sudah renta masih memenuhi hidupnya dengan maksiat dan perbuatan durhaka. Ada anak yang sejak kecil sudah menjadi hafidz dan hamilul Quran. Ia mahir membaca Al-Quran dan memahami kandungan isinya. Tapi ada juga orang yang bahkan sudah tua, membaca Al-Quran saja belum bisa, termasuk juga memahaminya. Juz Amma saja tidak segera hafal, meski umurnya sudah berkepala tiga. 


Mengapa demikian? Bisa jadi itu karena cara kita menyikapi modal tidak sama.


Kita juga diberi modal waktu yang sama. Sama-sama 24 jam setiap hari. Tapi hasilnya pun berbeda-beda. Ada orang yang dapat mengisi detik-detik waktunya dengan tindakan positif yang menguntungkan, ada pula yang membiarkannya terbuang percuma.


Dengan kondisi yang sama, saat azan sudah terdengar di telinga, penyikapan kita berbeda-beda. Ada orang yang ketika mendengar azan segera mengambil wudu untuk bergegas ke masjid. Tapi ada pula orang yang ketika mendengar azan tidak begitu menghiraukan sampai iqamah dikumandangkan. Bahkan ada pula yang sama sekali tidak memperhatikan meski shalat sudah selesai ditunaikan. Sama-sama sudah berada di masjid pun cara kita menyikapi waktu tidak sama. Ada yang sampai masjid kemudian segera shalat dan iktikaf sembari menunggu iqamah. Ada pula yang ngobrol dan nongkrong-nongkrong dulu sampai iqamah dikumandangkan.


Karena penyikapan kita yang berbeda maka nilai dan kualitas kebermanfaatan modal yang ada juga tidak sama. Untuk itu ada orang yang berpredikat rugi, ada pula yang disebut beruntung. Ada orang yang berpredikat cerdas, ada pula orang yang dianggap tidak begitu pintar.


Dalam literatur agama kita, al-kayyis atau orang yang cerdas, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di dalam Sunannya, adalah orang yang mau terus-menerus memuhasabah dan mengevaluasi diri. al-kayyis adalah orang yang mau terus memerhatikan neraca perbandingan antara modal yang ada dengan hasil yang diperoleh. Sedangkan al-ajiz atau orang yang lalai dan dungu adalah orang yang terus-menerus berbuat sesukanya dan menuruti sekemauannya, tapi ia berandai akan meraih keuntungan. Padahal modal waktu dan usianya dihamburkan untuk sesuatu yang tidak berguna.


Saudaraku, sepintar apa kita memanfaatkan modal yang ada maka sesukses itulah kita. Dan karena tabiat waktu serta usia tak dapat kita tarik kembali maka semakin kita tidak pintar memenejnya, semakin menyesal pula kita dibuatnya. 


Tentu kita pernah lalai. Tentu kita pernah alpa. Tapi tak mungkin bila lalai dan alpa itu selamanya. Maka mari kita isi waktu dan usia yang ada ini sebaik mungkin agar kita tidak begitu menyesal di akhir nanti. Wallahu a’lam

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...