||
oleh: Ali Ghufron Sudirman ||
Al-Qurtubi di dalam tafsirnya menukil teori dari Abu Abdullah perihal ubanan. Di situ Abu Abdullah mengatakan, allahu a’lam, bahwa uban bisa muncul karena tekanan psikologis dahsyat yang menyebabkan berkurangnya kelembaban tubuh hingga memengaruhi suplai nutrisi pada akar-akar rambut. Bila tekanan itu berlarut dan suplai nutrisi ke rambut benar-benar terhenti maka rambut akan memutih. Persis seperti tumbuhan yang akan menguning bila kekurangan air. Begitulah teori ubanan. Dan itulah yang dialami oleh Rasulullah.
Saudaraku, Rasul kita ubanan bukan karena memikirkan harta
dan urusan dunia lainnya. Melainkan, karena memikirkan konsekuensi salah satu
ayat yang beliau rasa begitu berat. Ya. Ayat itu adalah ayat 112 surat Hud. Di situ Allah
swt. berfirman:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ
مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Maka tetaplah kamu pada jalan yang
benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat
beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.
Inilah,
saudaraku, ayat yang membuat Rasul ubanan. Ibnu Abbas mengatakan, “Tidak ada
ayat yang turun kepada Rasulullah yang lebih berat dari ayat ini. Oleh karena
itu, ketika para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasul, engkau tampak lebih cepat
beruban,’ maka Rasul menjawab, ‘Hud dan surat-surat sejenisnya yang membuatku
cepat ubanan.”
Dalam tafsir Ar-Razi disebutkan bahwa seorang sahabat
berkata, “Aku bermimpi bertemu Rasulullah kemudian bertanya, ‘Wahai Rasul, ayat
apa dalam surat
Hud yang membuatmu ubanan?’ Jawab Rasul, ‘Ayat fastaqim kama
umirta.’
Makna Istiqamah
Istiqamah… konsistensi ….
Itulah perintah Allah yang membuat Rasul ubanan.
Umar bin Khattab menjelaskan makna istiqamah seraya
mengatakan, “Istiqamah artinya engkau konsisten menetapi perintah dan larangan
Allah dan tidak mencari-cari celah sebagaimana yang biasa dilakukan oleh musang
dan serigala.” Jadi, bila diibaratkan jalan yang lurus, istiqamah berarti kita
fokus pada satu arah tanpa condong ke kanan atau ke kiri.
Sayyid Qutub di dalam tafsirnya, Fî Dzilâlil Qur’ân menyatakan bahwa sikap istiqamah seperti itu membutuhkan kesadaran dan kewaspadaan ekstra. Seseorang harus tahu betul batasan-batasan jalan yang ia tempuh. Juga harus bisa menguasai dorongan-dorongan nafsu yang bisa jadi akan menariknya ke kanan atau ke kiri. Ringkasnya, istiqamah membutuhkan kerja keras dalam setiap gerak hidup. Kalau hanya sehari dua hari, atau sebulan dua bulan, bisa jadi itu sesuatu yang ringan. Tapi bila setiap saat, setiap waktu, kapan pun, dan di mana pun, sungguh butuh kesadaran dan kewaspadaan ekstra. Bahkan Rasulullah pun merasakan berat dan sulitnya hal itu, sehingga membuat beliau ubanan.
Bagaimana dengan kita, umatnya? Apa yang membuat kita ubanan? Apakah karena memikirkan dan menadabburi firman-firman Allah, atau karena yang lain? Mari kita renungkan bersama, saudaraku. Bila Rasul ubanan karena mendapat perintah ini, bagaimana dengan kita?
subhanallah... teruslah menulis ya mas .... salam buat keluarga smua....
ReplyDeletesiap, insyalah mbak. wa alaikissalam. semua baik2 aja kan mbak? ramadhan karim.. salam utk keluarga.. lama bgt gak ngobrol ya..
Deleteheheheh lama banget ga ngobrol.. ketemu2 dsini deh.. *nyasar membawa berkah* wkwkwkwk..
Deletealhmdl baik mas, insyallah! :)
nyasar membawa berkah. he. jagoan udah kelas berapa sekarang bu dokter?
DeleteWis ra nulis maneh jhon? wis tak tunggu-tunggu, rep tak sadur kok hehe
Delete