Wednesday 8 July 2015

Memburu Lailatul Qadar

Saudaraku, beribadah pada malam lailatul qadar senilai dengan ibadah seribu bulan atau delapan puluh tiga tahun, sebagaimana firman Allah Swt. di dalam Surat Al-Qadar:


Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (Al-Qadar [97]: 1—5)

Kenyataan ini sungguh sangat menarik. Sebab jika dihitung-hitung, keberkahan malam lailatul qadar itu ternyata jauh lebih besar dari pahala amal ibadah yang dapat kita lakukan seumur hidup. Kalau rata-rata usia manusia pada zaman sekarang adalah berkisar pada angka delapan puluhan tahun, kemungkinan besar amal ibadah yang dapat mereka lakukan adalah setengahnya, yaitu sekitar empat puluhan tahun saja. Sedangkan sisa usia yang empat puluhan tahun digunakan untuk hal-hal lain, seperti tidur, bekerja, atau makan-minum.

Tentang Umur dan Usia

Saudaraku, menurut Dr. Ing. Abdullah Ali Syarman di dalam bukunya Fannu Idarati Al-Waqt, rata-rata manusia menghabiskan waktu dua puluh tahun untuk tidur, empat tahun untuk makan-minum, dan sembilan tahun untuk bekerja. Ini belum untuk melakukan aktifitas dan urusan-urusan lain yang kurang berguna. Maka kita mengenal istilah usia dan umur. Usia tidak sama dengan umur. Bisa jadi orang yang sudah berusia delapan puluh tahun, kalau dihitung-hitung baru berumur empat puluh tahun. Sebab, kalau usia adalah total waktu seseorang hidup di dunia, umur adalah total waktu seseorang mengisi kehidupannya dengan hal-hal yang bermanfaat. Prof. Dr. Qurais Syihab mengatakan bahwa umur berasal dari bahasa Arab ‘amara ya’muru yang artinya kemakmuran. Orang yang dapat memakmurkan jiwanyalah yang bisa disebut berumur panjang. Maka, apabila kita diberi usia panjang tapi tidak digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, kita akan termasuk orang-orang yang merugi, karena tidak dapat memakmurkan usia yang ada. Imam Ahmad dan Tirmizi meriwayatkan:

عَنْ أَبِيْ بَكْرَةَ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ . (رواه أحمد والترمذي)

Abu Bakrah berkata,  “Seseorang bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai, Rasul. Siapa manusia yang paling baik?’ Rasul menjawab, ‘Orang yang berusia panjang dan banyak beramal baik.’ Orang itu kembali bertanya, ‘Wahai, Rasul. Siapa manusia yang paling buruk?’ Rasul menjawab, ‘Orang yang berusia panjang dan banyak beramal buruk’. (HR. Tirmizi dan Ahmad)

Dari hadits di atas tampak bahwa yang paling ideal adalah berusia panjang dan memakmurkan seluruh usia yang kita punya, yakni dengan memperbanyak amal kebajikan. Namun hal ini terasa sulit dan berat, di samping sudah terbukti bahwa rata-rata usia manusia zaman sekarang jauh lebih pendek dibanding rata-rata usia manusia tempo dulu. Dengan fakta semacam ini, meskipun kita dapat memakmurkan seluruh usia yang ada, amalan-amalan kebaikan yang kita lakukan sepanjang usia tetap masih terbilang sedikit jika dibanding amalan-amalan manusia tempo dulu yang usianya relatif jauh lebih panjang. Dan kalau benar demikian yang terjadi, maka seorang Muslim yang paling saleh sekalipun akan masuk daftar penghuni surga yang terakhir, karena tidak punya cukup amalan yang bisa dibanggakan di hadapan Allah dibanding umat-umat terdahulu. Kalau seorang Muslim yang saleh saja bernasib seperti itu maka alangkah naasnya nasib kita, yang akan menjadi penghuni surga paling akhir di antara penghuni yang terakhir!

Keistimewaan untuk Umat Muhammad

Namun kehendak Allah berkata lain. Allah telah menetapkan umat Islam sebagai umat terbaik di antara sekian banyak umat manusia seraya berfirman, Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Âli ‘Imrân: 110). Dalam kapasitasnya sebagai umat yang terbaik ini, tentu saja umat Islam dan nabi umat Islam, selain memiliki tanggung jawab paling besar, juga diberi hak dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh umat dan nabi-nabi yang lain. Misalnya, di antara keistimewaan yang dimiliki oleh nabi umat Islam, besok di hari kiamat satu-satunya nabi yang dapat memberi syafaat al-udzma adalah Nabi Muhammad Saw. Nanti Rasulullah akan memintakan ampun kepada seluruh umat Islam. Beliau akan selalu mengucapkan, “Umatku... umatku...” di saat yang lain sibuk mengurus dan menyelamatkan diri sendiri seraya berkata, “Diriku... diriku...”

Sedangkan, karena mengingat usia umat Islam relatif lebih pendek dibanding usia umat-umat terdahulu, Allah memberi keistimewaan kepada umat ini dengan malam lailatul qadar yang nilainya sepadan dengan ibadah seribu bulan atau delapan puluh tiga tahun. Allah menghadiahi umat Islam dengan malam lailatul qadar supaya kita dapat menambal kekurangan umur dan usia yang kita miliki. Abu Mush’ab Ahmad bin Abu Bakar Az-Zuhri berkata, “Imam Malik diberitahu bahwa Rasulullah melihat usia para umat terdahulu jauh lebih panjang daripada usia umatnya. Rasul khawatir kalau hal itu membuat umatnya tidak bisa mengimbangi amal ibadah yang dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Maka Allah memberi kepada umat ini malam lailatul qadar yang kadar pahalanya lebih baik dari beribadah seribu bulan.

Dalam riwayat lain dari Mujahid disebutkan, suatu hari Rasulullah Saw. menceritakan kisah seorang bani Israel yang mengangkat pedang untuk jihad fi sabilillah selama seribu bulan. Umat islam sangat kagum dengan hal ini. Maka Allah menurunkan surat Al-Qadar, ‘Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan,’ yaitu lebih baik dari seribu bulan yang dilakukan oleh lelaki bani Israel tersebut.

Ali bin Urwah r.a. berkata, “Suatu hari Rasulullah menyebutkan empat orang dari bani Israel yang beribadah kepada Allah selama delapan puluh tahun dan tidak pernah berbuat durhaka sedikit pun. Keempat orang itu ialah Nabi Ayyub, Zakariya, Hazqil bin Al-Ajuz, dan Yusya’ bin Nun. Mendengar hal ini para sahabat merasa sangat kagum. Kemudian malaikat Jibril datang menemui Rasulullah seraya berkata, ‘Wahai, Muhammad. Umatmu kagum dengan ibadahnya empat orang dari bani Israel yang menyembah Allah selama delapan puluh tahun dan tidak pernah berbuat durhaka sedikit pun. Sungguh, Allah telah menurunkan yang lebih baik dari itu kepada umatmu. Lalu malaikat Jibril membacakan surat Al-Qadar, ‘Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.’ Malaikat Jibril berkata, ‘Lailatul qadar lebih utama dari apa yang engkau dan umatmu kagumi tersebut.’ Mendengar hal ini maka Rasul dan para sahabat pun bergembira.”

Mari, Bersama-sama Memburu Lailatul Qadar

Saudaraku, sudah sepantasnya jika setiap Muslim memburu lailatul qadar, karena setiap Muslim berkepentingan untuk mendapatkannya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa agar kita tidak termasuk golongan orang yang rugi dan hina, kesempatan memperoleh lailatul qadar tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa mengisinya dengan amalan-amalan ibadah. Imam Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

... وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ ... (رواه الترمذي)

“Dan hinalah seseorang yang masuk padanya bulan Ramadhan, tapi ketika bulan itu berakhir, dosa-dosanya masih belum terampuni.” (HR. Tirmizi)

Albani dalam kitab Shahîh Al-Jâmi’ menyebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata:

لَمَّا حَضَرَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا قَدْ حُرِمَ  . (رواه أحمد والنسائى)

Apabila datang bulan Ramadhan, Rasulullah Saw. akan bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh berkah yang Allah mewajibkan kepada kalian puasa di dalamnya. Pada bulan Ramadhan itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu, dan di dalamnya terdapat suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang terhalangi dari kebaikan malam itu maka dia telah terhalangi (dari memperoleh kebaikan yang sangat banyak). (HR. Ahmad dan Nasa’i)
           
Dengan redaksi yang hampir sama Imam Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits tersebut di dalam Sunan Ibnu Majah dari Anas bin Malik r.a.:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ دَخَلَ رَمَضَانُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ . (رواه ابن ماجة)

Anas bin Malik r.a. berkata, Ramadhan telah tiba, kemudian Rasulullah Saw. bersabda, ‘Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) telah datang di tengah-tengah kalian, dan di dalamnya terdapat satu malam yang (nilainya) lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang terhalangi dari mendapatkan malam itu berarti terhalangi dari segala kebaikan. Dan tidak terhalangi dari kebaikannya kecuali orang-orang yang tidak punya bagian dari kebahagiaan. (HR. Ibnu Majah)

Saudaraku, inilah di antara hikmah malam lailatul qadar yang begitu luar biasa. Allah sangat menyayangi umat Muhammad. Allah memberi peluang kepada kita untuk berumur panjang melebihi usia yang kita miliki. Malam lailatul qadar adalah kesempatan emas bagi setiap orang yang ingin mengejar ketertinggalannya dalam hal beribadah.

Bagi orang yang masih bergelimang dosa dan maksiat, malam lailatul qadar adalah kesempatan untuk menghapus dosa dan maksiatnya. Sedang bagi orang yang selama ini sudah gemar beramal saleh, malam lailatul qadar adalah peluang untuk meningkatkan tabungan amal salehnya agar menjadi berlipat ganda. Setiap Muslim berkepentingan memburu malam lailatul qadar, sebagaimana setiap Muslim memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkannya. Semoga, di bulan Ramadhan kali ini kita termasuk orang yang beruntung memperoleh anugerah malam lailatul qadar. Amin.

Artikel Terkait:

3 comments:

  1. alhmadulillah, bisa menyimak lagi tulisan2 inspiratif dari seniorku..monggo mampir2 di blogku: ladangimaji.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. senior:tua? hedeh.. masih muda bos..

    ReplyDelete
  3. lagi khusyuk membaca tulisan2 nur alamsyah di ladangimaji.blogspot.com

    ReplyDelete

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...