Suatu ketika,
di bulan Ramadan seperti ini Pak AR, sapaan akrab KH A.R. Fachruddin, Ketua PP
Muhammadiyah 1968—1990 diundang berceramah Ramadhan di sebuah Masjid besar di
Surabaya yang mayoritas berafiliasi pada jamaah Nahdlatul Ulama.
Setelah kuliah
Tarawih disampaikan sebakda Isya, ternyata beliau juga didaulat menjadi Imam. Pak
AR berupaya menolak, tapi beliau terus didesak.
Maka
beliau bertanya kepada hadirin, "Bapak ibu sekalian, biasanya shalat
tarawih di sini dilaksanakan11 atau 23 rakaat njih?"
"Dua puluhhhhh tiga," teriak hadirin kompak.
"Baik," ujar Pak AR, "Semoga saya juga mampu melaksanakan sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaan."
Pak AR pun mulai mengimami shalat Tarawih.
"Dua puluhhhhh tiga," teriak hadirin kompak.
"Baik," ujar Pak AR, "Semoga saya juga mampu melaksanakan sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaan."
Pak AR pun mulai mengimami shalat Tarawih.
Dengan 23
Rakaat, di Masjid ini rangkaian shalat Tarawih dan Witir biasanya selesai
sekitar pukul 20.00. Tapi saat beliau menjadi imam, pada pukul 20.30, shalat
baru memasuki rakaat kedelapan.
Maka Pak AR
menghadap hadirin dan bertanya, "Bapak ibu sekalian, mengingat waktu, kita
selesaikan sampai 20 rakaat, ataukah habis ini kita langsung witir saja?"
Hadirin pun serempak menjawab, "WITIIIRRRR!"
(sumber: sangpencerah.com)
Hadirin pun serempak menjawab, "WITIIIRRRR!"
(sumber: sangpencerah.com)
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...