Meski
kaum lesbian, gay, biseksual, dan trangender (LGBT) berlindung di balik hak
asasi manusia (HAM) untuk mengampanyekan hak pernikahan sejenis, mereka juga
harus menghormati hak orang lain.
"Kalau
misalnya mereka beralasan menghargai HAM, mereka juga harus menghargai hak asasi
orang lain terutama di bidang agama yang bertentangan dengan itu," kata
Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay, Kamis (2/7).
Kaum LGBT, tegas Saleh, juga harus menghormati hak orang lain yang percaya pada ajaran agama. Jadi, mereka seharusnya tidak boleh serta merta memaksakan kehendak dilegalkan tanpa memandang bahwa di negaranya mayoritas menolak pemahaman mereka.
“Jika memang tetap ingin melegalkan hubungan, kaum penyuka sesama jenis bisa mencari negara lain yang membolehkan. Tidak harus dengan menuntut sesuatu yang sebenarnya bukan hak mereka karena menyalahi aturan,” urai politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Kaum LGBT, tegas Saleh, juga harus menghormati hak orang lain yang percaya pada ajaran agama. Jadi, mereka seharusnya tidak boleh serta merta memaksakan kehendak dilegalkan tanpa memandang bahwa di negaranya mayoritas menolak pemahaman mereka.
“Jika memang tetap ingin melegalkan hubungan, kaum penyuka sesama jenis bisa mencari negara lain yang membolehkan. Tidak harus dengan menuntut sesuatu yang sebenarnya bukan hak mereka karena menyalahi aturan,” urai politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Sesuai
UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pernikahan sejenis dinilai melanggar isi yang
tercantum. Dalam UU itu disebutkan pernikahan dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan.
"Dalam konteks nasional UU no 1 Tahun 1975 definisi pernikahan adalah antara laki-laki dan perempuan. Berarti kalau ada yang melakukan itu di Indonesia berarti melanggar," katanya saat dihubungi ROL, Rabu (1/7).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mengatakan hal ini tentu bertentangan dengan norma agama yang berlaku. Agama manapun tidak ada yang memperbolehkan umatnya menikah dengan sesama jenis.
Pernikahan juga, ujarnya, cenderung selalu berkaitan dengan kegiatan upacara keagamaan. Jadi tidak bisa dilepaskan dari konsep religiusitas. Apalagi dalam agama Islam perilaku tersebut sudah disebutkan sebagai dosa besar.
Selain dua norma itu, pernikahan sejenis juga bertentangan dengan ideologi bangsa ini yakni Pancasila. Pernikahan sejenis melanggar asas Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini merujuk kembali pada norma keagamaan di mana setiap agama memiliki Tuhannya masing-masing.
"Bisa jadi ini juga melanggar asas Ketuhanan yang Maha Esa. Karena sila ini mengarah kembali pada agama," tambahnya.
Oleh
karena itu, menurutnya pernikahan macam itu tidak akan pernah disahkan di
Indonesia. Ia juga menghimbau agar masyarakat Indonesia terutama generasi bangsa
bisa menjaga atas fenomena tersebut. (ROL)
"Dalam konteks nasional UU no 1 Tahun 1975 definisi pernikahan adalah antara laki-laki dan perempuan. Berarti kalau ada yang melakukan itu di Indonesia berarti melanggar," katanya saat dihubungi ROL, Rabu (1/7).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mengatakan hal ini tentu bertentangan dengan norma agama yang berlaku. Agama manapun tidak ada yang memperbolehkan umatnya menikah dengan sesama jenis.
Pernikahan juga, ujarnya, cenderung selalu berkaitan dengan kegiatan upacara keagamaan. Jadi tidak bisa dilepaskan dari konsep religiusitas. Apalagi dalam agama Islam perilaku tersebut sudah disebutkan sebagai dosa besar.
Selain dua norma itu, pernikahan sejenis juga bertentangan dengan ideologi bangsa ini yakni Pancasila. Pernikahan sejenis melanggar asas Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini merujuk kembali pada norma keagamaan di mana setiap agama memiliki Tuhannya masing-masing.
"Bisa jadi ini juga melanggar asas Ketuhanan yang Maha Esa. Karena sila ini mengarah kembali pada agama," tambahnya.
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...