|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||
Hukum
Berkurban
Hukum
berkurban menurut jumhur ulama adalah sunah. Tiga Imam, yaitu Imam Malik,
Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa berkurban hukumnya sunah. Sedangkan Imam
Hanafi berpendapat bahwa berkurban hukumnya wajib bagi yang mampu.
Imam
An-Nawawi di dalam kitabnya Syarh Shahîh Muslim
mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban bagi orang
yang mampu. Pendapat jumhur mengatakan bahwa berkurban hukumnya sunah, sehingga
apabila ditinggalkan meskipun tanpa uzur tidak mendapat dosa dan tidak ada
kewajiban qadha. Ini adalah pendapat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab,
Bilal, Abu Mas'ud Al-Badri, Sa'id bin Musayyib, Alqamah, Al-Aswad, Atha',
Malik, Ahmad, Abu Yusuf, Ishaq, Abu Tsaur, Al-Muzani, Ibnul Mundzir, Daud, dan
lain-lain.
Adapun
Rabi'ah, Al-Auza'i, Abu Hanifah, dan Al-Laits mengatakan bahwa berkurban
hukumnya wajib bagi yang mampu. Sebagian pengikut mazhab Maliki juga
berpendapat demikian. An-Nakha'i mengatakan bahwa berkurban hukumnya wajib bagi
orang yang mampu, kecuali jamaah haji di Mina. Muhammad bin Al-Hasan mengatakan
bahwa berkurban hukumnya wajib bagi orang yang bermukim. Pendapat yang masyhur
dari Abu Hanifah mengatakan bahwa berkurban hukumnya wajib bagi orang yang
bermukim dan memiliki satu nishab.
Para
ulama yang berpendapat bahwa berkurban hukumnya wajib mendasarkan diri pada
firman Allah di dalam Surah Al-Kautsar ayat 2. Di situ Allah swt. berfirman, fashalli
lirabbika wanhar. Redaksi yang dipakai pada ayat ini adalah perintah
(memakai fiil amr), dan sebagaimana diketahui, al-amru yufidu al-wujub (perintah
itu menunjukkan hukum wajib).
Selain
itu, Rasulullah saw. juga bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ مَالٌ فَلَمْ يُضَحَّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا . (رواه
الحاكم)
Barang siapa yang punya harta tapi tidak berkurban maka
jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami. (HR. Al-Hakim di dalam kitab
Al-Mustadrak dari Abu Hurairah r.a.)
Adapun para ulama yang berpendapat bahwa berkurban
hukumnya sunah di antaranya mendasarkan diri pada hadits riwayat Imam Ahmad,
Tirmidzi, dan Abu Daud dari Jabir bin Abdullah r.a. yang berkata:
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَ الْأَضْحَى فَلَمَّا انْصَرَفَ أَتَى بِكَبْشٍ
فَذَبَحَهُ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ إِنَّ هَذَا
عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
Aku shalat Iduladha bersama
Rasulullah. Setelah selesai shalat, Rasulullah membawa kambing dan
menyembelihnya seraya mengucapkan, "Bismillah. Allahu akbar. Ya Allah, ini
(kurban dariku) dan dari umatku yang tidak berkurban.
Juga berdasar pada hadits dari Ibnu Abbas r.a. bahwa
Rasulullah saw. bersabda:
أُمِرْتُ بِرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَلَمْ تُؤْمَرُوا بِهَا وَأُمِرْتُ
بِالْأَضْحَى وَلَمْ تُكْتَبْ .
Aku diperintahkan mendirikan dua
rakaat duha, dan kalian tidak diperintahkan (diwajibkan) melakukannya). Aku
diperintahkan untuk berkurban, tapi tidak diwajibkan. (HR. Ahmad)
Juga hadits Rasulullah saw.:
ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضٌ وَلَكُمْ
تَطَوُّعٌ: اَلنَّحْرُ ، وَالْوِتْرُ ، وَرَكْعَتَا الْفَجْرِ (رواه الحاكم فى
المستدرك)
Tiga hal yang diwajibkan untukku
tapi hukumnya sunah untuk kalian, yaitu berkurban, shalat witir, dan dua rakaat
fajar. (HR. Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak)
Menurut
Syekh Yusuf Qardhawi, pendapat jumhur yang mengatakan sunah lebih unggul. Hal
ini telah dicontohkan oleh Abu Bakar dan Umar yang pernah tidak berkurban
dengan alasan bahwa keduanya khawatir jika berkurban selalu dilakukannya akan
terjadi salah paham dalam masyarakat Muslim, bahwa berkurban hukumnya wajib.
*Disarikan dari buku Tuntunan Berkurban dan
Menyembelih Hewan karya Ali Ghufron, Amzah, Jakarta, cet. 2, 2013
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...