Sunday, 13 October 2013

Seputar Berkurban (part 5)

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Hukum Berkurban
Hukum berkurban menurut jumhur ulama adalah sunah. Tiga Imam, yaitu Imam Malik, Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa berkurban hukumnya sunah. Sedangkan Imam Hanafi berpendapat bahwa berkurban hukumnya wajib bagi yang mampu.

Imam An-Nawawi di dalam kitabnya Syarh Shahîh Muslim mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban bagi orang yang mampu. Pendapat jumhur mengatakan bahwa berkurban hukumnya sunah, sehingga apabila ditinggalkan meskipun tanpa uzur tidak mendapat dosa dan tidak ada kewajiban qadha. Ini adalah pendapat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Bilal, Abu Mas'ud Al-Badri, Sa'id bin Musayyib, Alqamah, Al-Aswad, Atha', Malik, Ahmad, Abu Yusuf, Ishaq, Abu Tsaur, Al-Muzani, Ibnul Mundzir, Daud, dan lain-lain.

Adapun Rabi'ah, Al-Auza'i, Abu Hanifah, dan Al-Laits mengatakan bahwa berkurban hukumnya wajib bagi yang mampu. Sebagian pengikut mazhab Maliki juga berpendapat demikian. An-Nakha'i mengatakan bahwa berkurban hukumnya wajib bagi orang yang mampu, kecuali jamaah haji di Mina. Muhammad bin Al-Hasan mengatakan bahwa berkurban hukumnya wajib bagi orang yang bermukim. Pendapat yang masyhur dari Abu Hanifah mengatakan bahwa berkurban hukumnya wajib bagi orang yang bermukim dan memiliki satu nishab.

Para ulama yang berpendapat bahwa berkurban hukumnya wajib mendasarkan diri pada firman Allah di dalam Surah Al-Kautsar ayat 2. Di situ Allah swt. berfirman, fashalli lirabbika wanhar. Redaksi yang dipakai pada ayat ini adalah perintah (memakai fiil amr), dan sebagaimana diketahui, al-amru yufidu al-wujub (perintah itu menunjukkan hukum wajib).

Selain itu, Rasulullah saw. juga bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ مَالٌ فَلَمْ يُضَحَّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا . (رواه الحاكم)
Barang siapa yang punya harta tapi tidak berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami. (HR. Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak dari Abu Hurairah r.a.)

Adapun para ulama yang berpendapat bahwa berkurban hukumnya sunah di antaranya mendasarkan diri pada hadits riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Daud dari Jabir bin Abdullah r.a. yang berkata:

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَ الْأَضْحَى فَلَمَّا انْصَرَفَ أَتَى بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ إِنَّ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

Aku shalat Iduladha bersama Rasulullah. Setelah selesai shalat, Rasulullah membawa kambing dan menyembelihnya seraya mengucapkan, "Bismillah. Allahu akbar. Ya Allah, ini (kurban dariku) dan dari umatku yang tidak berkurban.

Juga berdasar pada hadits dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
أُمِرْتُ بِرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَلَمْ تُؤْمَرُوا بِهَا وَأُمِرْتُ بِالْأَضْحَى وَلَمْ تُكْتَبْ .
Aku diperintahkan mendirikan dua rakaat duha, dan kalian tidak diperintahkan (diwajibkan) melakukannya). Aku diperintahkan untuk berkurban, tapi tidak diwajibkan. (HR. Ahmad)

Juga hadits Rasulullah saw.:
ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضٌ وَلَكُمْ تَطَوُّعٌ: اَلنَّحْرُ ، وَالْوِتْرُ ، وَرَكْعَتَا الْفَجْرِ (رواه الحاكم فى المستدرك)
Tiga hal yang diwajibkan untukku tapi hukumnya sunah untuk kalian, yaitu berkurban, shalat witir, dan dua rakaat fajar. (HR. Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak)

Menurut Syekh Yusuf Qardhawi, pendapat jumhur yang mengatakan sunah lebih unggul. Hal ini telah dicontohkan oleh Abu Bakar dan Umar yang pernah tidak berkurban dengan alasan bahwa keduanya khawatir jika berkurban selalu dilakukannya akan terjadi salah paham dalam masyarakat Muslim, bahwa berkurban hukumnya wajib.



*Disarikan dari buku Tuntunan Berkurban dan Menyembelih Hewan karya Ali Ghufron, Amzah, Jakarta, cet. 2, 2013

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...