Sunday 13 October 2013

Seputar Berkurban (part 6)

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Waktu Pelaksanaan Kurban
Permulaan waktu pelaksanaan kurban adalah setelah shalat hari raya iduladha, sebagaimana yang bisa dipahami dari hadits riwayat Imam Bukhari dari Jundab bin Sufyan Al-Bajali bahwa Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ
Barang siapa yang menyembelih hewan kurban sebelum shalat maka hendaklah menyembelih lagi sebagai gantinya. Dan barang siapa yang belum menyembelih maka hendaklah menyembelih dengan menyebut asma Allah.

Perintah untuk menyembelih lagi hewan kurban bagi orang yang menyembelih hewan kurbannya sebelum shalat menunjukkan bahwa waktu pelaksanaan kurban dimulai setelah shalat hari raya iduladha. Sebab, orang yang menyembelih hewan kurban sebelum shalat iduladha tidak dianggap berkurban, sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari dari Barra' bin Azib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ .
Barang siapa menyembelih hewan kurban sebelum shalat (iduladha) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya (bukan untuk berkurban). Dan barang siapa yang menyembelih sesudah shalat (iduladha) maka sempurnalah ibadah (kurbannya) dan sesuai dengan sunah kaum muslim.

Imam Muslim juga meriwayatkan hadits dari Bara' bin Azib bahwa Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا نُصَلِّي ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَنْحَرُ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا وَمَنْ ذَبَحَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنْ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ

Sesungguhnya hal pertama yang kita lakukan pada hari ini adalah shalat (Iduladha), kemudian pulang dan menyembelih hewan kurban. Barang siapa melakukan hal itu maka telah mendapat sunah kami. Dan barang siapa menyembelih (hewan kurbannya sebelum shalat) maka sesungguhnya itu adalah daging yang diperuntukkan keluarganya, dan tidak ada nilai ibadahnya sedikit pun.

Secara zahir, ketiga hadits di atas menunjukkan bahwa waktu permulaan berkurban adalah setelah shalat iduladha. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam tidak disibukkan dengan berkurban terlebih dahulu sehingga melalaikan ibadah shalatnya. Karena sebagaimana telah disebutkan di atas, hari raya umat Islam itu mengandung dua makna, yakni makna ketuhanan berupa takbir serta ibadah shalat, dan makna kemanusiaan. Tentu saja yang dimaksud dengan 'setelah shalat iduladha' adalah setelah rangkaian shalat iduladha yang disambung dengan khutbah selesai dilaksanakan, karena dua khutbah pada hari raya termasuk rangkaian dari ibadah shalat id. Untuk itu, tidak dibenarkan ketika ada sebagian jamaah yang segera bergegas pulang setelah selesai melaksanakan shalat id, padahal imam sedang berkhutbah. Bahkan Imam Ats-Tsauri berpendapat bahwa hukumnya tidak boleh menyembelih hewan kurban sehabis shalat id tapi sebelum imam berkhutbah atau ketika imam sedang berkhutbah, sebagaimana keterangan yang terdapat di dalam kitab Fatâwâ Al-Azhar.

Adapun mengenai akhir waktu berkurban, Imam Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad berpendapat bahwa berkurban itu dilakukan pada hari raya iduladha dan dua hari setelahnya. Ketiganya meriwayatkan pendapat ini dari Umar bin Khattab, Ali, Ibnu Umar, dan Anas r.a. Sedangkan Muhammad bin Sirin berpendapat bahwa berkurban itu hanya boleh dilakukan pada hari raya iduladha saja. Berbeda lagi dengan Al-Qadhi, yang menukil dari beberapa ulama, bahwa berkurban itu boleh dilakukan pada sepanjang bulan Dzulhijah. Adapun Imam Syafii berpendapat bahwa waktu akhirnya berkurban adalah sampai hari ketiga dari hari tasyriq. Pendapat ini berdasar dari apa yang disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib r.a., Jubair bin Muth'im, Ibnu Abbas, Atha', Al-Hasan Al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman bin Musa Al-Asadi, Makhul, dan Daud Adz-Dzahiri. Pendapat Imam Syafii ini yang lebih patut diikuti, karena didukung oleh hadits yang menurut Albani berkualitas sahih. Rasul saw. bersabda:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ . (رواه الدارقطني وأحمد عن جبير بن مطعم)
Semua hari tasyriq adalah hari untuk sembelihan (HR. Daruquthni dan Ahmad dari Jubair bin Muth'im)

Jadi, berdasar hadits ini, waktu berkurban adalah pada saat hari raya iduladha dan dilanjutkan dengan tiga hari tasyriq, karena sebagaimana hadits di atas, semua hari tasyriq adalah hari untuk sembelihan. Adapun waktu pelaksanaannya, apakah di siang hari atau malam hari terdapat perbedaan di kalangan ulama. Hanya saja, jumhur ulama mengatakan bahwa berkurban pada malam hari hukumnya boleh, meskipun tidak begitu dianjurkan (makruh). Ini merupakan pendapat Imam Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, satu riwayat dari Imam Malik, dan jumhur ulama. Memang satu riwayat dari Imam Ahmad dan Imam Malik beserta pengikutnya mengatakan bahwa berkurban pada malam hari hukumnya tidak boleh, karena Rasulullah pernah melarang menyembelih kurban pada waktu malam. Tapi hadits riwayat Ath-Thabarani dari Ibnu Abbas yang dijadikan landasan hal itu dihukumi dhaif karena merupakan hadits mursal, sehingga tidak dapat dijadikan landasan hukum. Oleh karena itu, menurut hemat Syekh Athiya Saqr, berkurban boleh dilakukan, baik pada siang hari maupun malam hari, selagi ia dilakukan pada hari raya iduladha dan tiga hari tasyriq. Inilah praktik yang lazim dilakukan oleh umat Islam.



*Disarikan dari buku Tuntunan Berkurban dan Menyembelih Hewan karya Ali Ghufron, Amzah, Jakarta, cet. 2, 2013

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...