Wednesday, 31 July 2013

Belajar Kaya dari Laba-Laba



|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Saudaraku, Rasulullah pernah bersabda bahwa kaya itu bukan ketika banyak harta, melainkan ketika hati merasa cukup dengan apa yang dipunya. Ini hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan yang lainnya dari Abu Hurairah. Redaksi arabnya:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Ibnu Battal, sebagaimana dinukil dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi menjelaskan maksud dari hadits ini seraya mengatakan bahwa hakikat kaya itu tidak dilihat dari banyaknya harta. Sebab banyak orang yang diberi anugerah berlimpah oleh Allah tapi tidak juga merasa cukup dan ingin terus mencari lainnya. Bahkan ada yang tidak peduli dari mana asalnya. Dengan begitu, ia belum disebut kaya. Justru sebetulnya ia orang termiskin di dunia sebab tak kunjung mendapat apa yang dia cita. 

Adapun orang yang pada hakikatnya kaya adalah orang yang merasa cukup dengan apa yang dipunya dan yang tidak membabi buta ketika mencari tambahannya. Ini dia orang yang kaya. Ia merasa cukup dengan yang dimiliki tanpa memandang iri kepada milik selainnya.


Saudaraku, alangkah nikmat bisa memiliki rasa seperti ini. Tapi alangkah sulit untuk dapat menggapainya. Ya. Bahkan sangat sulit. Tabiat manusia itu sulit untuk merasa cukup dan sulit untuk tidak iri. 


Belajar dari Laba-Laba

Dalam kondisi seperti ini, ada baiknya bila saya dan saudaraku semua, kita bersama-sama belajar menjadi kaya dari laba-laba. Betul. Dari laba-laba

Lihatlah laba-laba itu. Meski banyak mangsa di sekitarnya, bila mangsa itu tidak menempel pada jaringnya, maka dia membiarkan saja. Laba-laba hanya bergerak di garis ikhtiyarnya yang terwujud pada jaring yang ia punya. Senikmat apa pun mangsa yang lewat, ia tidak akan mengejar kalau memang tidak menempel di jaringnya. Sebab mengejar mangsa yang lepas dari garis ikhtiyarnya sama dengan mencelakai diri sendiri.

Laba-laba selalu bisa merasa cukup dan tidak iri. Yang dia tahu hanya tekun berikhtiyar membenahi jaring-jaringnya kalau ada yang rusak sambil menunggu jatah rezeki.


Benar. Kiranya, ikhtiar dan jatah rezeki inilah yang membuat laba-laba bisa tenang, merasa cukup dan tidak iri. Ini pula yang membuat Hasan Al-Bashri berujar, “Aku tenang beribadah, karena aku tahu rezeki sudah ada yang mengaturnya.”


Dalam hal ini Rasulullah juga pernah bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Andai kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal maka Allah akan memberimu rezeki sebagaimana memberi rezeki kepada burung, yang ketika pagi hari pergi dari sarangnya dalam kondisi lapar, saat kembali sore hari dalam kondisi kenyang. (HR. Ibnu Majah)

Masalahnya, mampukah kita untuk merasa cukup dan tidak iri?

Sunday, 28 July 2013

Jujurlah Pada-Nya...

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Saudaraku, sampai hari ini, sudah berapa juz Al-Quran yang kita selesaikan?

Marilah kita jujur kepada-Nya, dan Dia Mahatahu isi hati kita. Sungguh bukan karena sibuk dan tak ada waktu bila diri ini tidak intens bercengkrama dengan Al-Quran. Tapi bisa jadi karena kita merasa itu kurang penting, membosankan, bukan prioritas, atau sebuah aktivitas yang tidak produktif.

Na'udzu billah..

Apakah tidak semestinya, sebagaimana setiap buka puasa kita dapat menghabiskan satu juz jambu, alpukat, atau lainnya sekali duduk dalam rentang 10 menit, apakah tidak semestinya kita juga harus dapat menghabiskan satu juz Al-Quran dalam rentang 1440 menit selama sehari semalam?

Kalau satu juz jambu atau alpukat bisa menyegarkan dahaga kita, maka begitu juga satu juz Al-Quran dapat memuaskan dahaga jiwa kita. Kita terdiri atas jiwa dan raga, maka kebutuhan keduanya harus kita penuhi secara berimbang.

Sebagaimana fisik kita butuh makan-minum, demikian pula jiwa ini. Ia butuh nutrisi agar tidak mati. Dan nutrisi jiwa adalah zikrullah. Dan sebaik-baik zikir adalah kalam Allah..

Jadi, sudah berimbangkah jumlah juz jambu yang kita habiskan selama ini dengan jumlah juz Al-Quran yang kita khatamkan?

Bila belum, kenapa? Mari kita jujur kepada-Nya, dan dia Mahatahu isi hati kita.

Apakah karena merasa ia tidak begitu penting? Ataukah karena yang lain?

Saudaraku, di dalam Al-Quran disebutkan, la yamassuhu illal mutahharun... bahwa Al-Quran hanya disentuh oleh orang-orang yang bersih; bahwa hanya orang-orang yang bersih yang bisa menyentuhnya... hanya orang yang bersih...

Ya Allah..
Jangan-jangan saya, kita....

Sungguh Rugi Istri yang Enggan Hamil dan Menyusui

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||


Benar. Sungguh rugi istri yang enggan hamil dan menyusui. Sebab begitu banyak pahala yang menanti.

Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dalam Mu’jam Al-Ausath (14/500) dari Anas bin Malik r.a. bahwa Salamah, wanita yang pernah merawat Ibrahim putra Rasulullah mengadu, “Ya Rasul, engkau selalu memberi kabar gembira kepada kaum lelaki tapi tidak kepada kaum perempuan...”

Mendengar itu Rasul kemudian bertanya, “Apa teman-temanmu berkata begitu kepadamu?”

Salamah menjawab, “Ya. Mereka yang menyuruhku mengungkapkan hal ini kepadamu.”

Rasul lantas bersabda, “Dengarlah:


1.   Bila salah satu dari kalian sedang mengandung buah cinta dari suami yang meridaimu, maka itu berpahala sama dengan pahalanya seorang lelaki yang sedang berpuasa dan melakukan jihad fi sabilillah. Apa kalian tidak ridha dengan ini?

2.   Bila salah satu dari kalian mengalami kontraksi akibat kandungan itu maka baik penduduk langit maupun bumi tidak ada yang tahu kegembiraan seperti apa yang telah disembunyikan untuk kalian. Apa kalian tidak ridha dengan ini?

3.   Bila salah satu dari kalian sudah melahirkan dan menyusui, maka setiap tetes dari air susu, dan setiap isapan susu dari mulut sang bayi itu bernilai sebagai satu kebaikan. Apa kalian tidak ridha dengan ini?

4.   Bila demi merawat bayi itu salah satu dari kalian harus begadang dan menahan kantuk, maka baginya senilai pahala orang yang memerdekakan tujuh puluh hamba sahaya karena Allah ta’ala. Apa kalian tidak ridha dengan ini?”
Subhanallah. Luar biasanya para istri itu. Kiranya, apakah setelah ini ada di antara saudaraku yang enggan dan bersedih ketika hamil? Apakah setelah ini ada di antara saudaraku yang enggan untuk menyusui? Rugi, sungguh rugi bila ada yang begitu, karena pahala sangat terbuka, tapi ditolak begitu saja.
Hanya saja tidak semua istri mendapatkan itu. Karena pada akhir hadits di atas Rasulullah bersabda, “Wahai Salamah,” kata Rasul, “Tahukah kamu untuk siapa semua keutamaan itu? Semua itu adalah untuk para istri salehah, yang menaati suaminya, dan yang tidak ingkar terhadap kebaikan-kebaikan yang telah diberikan suami kepadanya.”

Saturday, 27 July 2013

Indahnya BUKBER dengan Keluarga

Indahnya kebersamaan..

Sore ini, bertempat di rumah Bapak Harun, jamaah Masjid At-Tauhid Kepanjen mengadakan buka bersama dengan masyarakat. Tidak kurang seratusan jamaah turut menyemarakkan acara ifthar jamai ini.

Saat memberi sambutan, Bapak Harun berpesan agar para jamaah dapat mempertahankan kebersamaan ini. Beliau juga berharap agar masjid bisa selalu ramai dan makmur dengan tilawah dan shalat jamaah.

IMAM NAWAWI; Penyusun Kitab Riyadhus Shalihin dan Hadits Arbain


|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Nama lengkap Imam Nawawi adalah Al-Hafiz Syeikhul islam Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi. Beliau dinisbatkan dengan An-Nawawi karena berasal dari kampung Nawa, salah satu perkampungan Hauran di Syiria. Imam An-Nawawi begitu familier di telinga umat Islam berkat karyanya yang hampir dimiliki oleh setiap muslim di dunia, yaitu Kitab Riyadhus Shalihin, Al-Adzkar, dan Hadits Arba’in.

Imam Nawawi rahimahullah lahir di kampung Nawa pada bulan Muharram 631 H dari pasangan orang tua yang saleh dan salehah. Saat berusia sepuluh tahun, An-Nawawi kecil mulai berkonsentrasi menghafal Al-Quran dan belajar  fiqih kepada para ulama di daerahnya.



Tak Suka Bermain
An-Nawawi kecil bukan seperti anak sebayanya. Ia sama sekali tidak suka bermain. Bahkan sempat suatu kali ia lari dan menangis sambil masih membawa mushaf Al-Quran karena dipaksa oleh teman-teman sebayanya untuk bermain bersama saat sedang asyik menghafal.

Ketika melihat hal itu, Syekh Yasin bin Yusur Al-Muraksy mendatangi orang tua An-Nawawi dan menasihatinya agar sang anak diarahkan untuk serius belajar. Sang ayah pun setuju. Hingga pada tahun 639 H, ia membawa An-Nawawi menuju Damaskus untuk dipondokkan di Madrasah Darul Hadits. Waktu itu Imam An-Nawawi bertempat di Blok Ar-rawahiyyah yang menempel dengan masjid Al-Umawi. Pada tahun 651, An-Nawawi berangkat Haji bersama sang ayah, kemudian kembali lagi ke Damaskus dan berguru kepada para ulamanya.

Bahkan Menikah Pun Lupa

Imam Nawawi merupakan sosok ahli zuhud dan wira’i. Beliau sama sekali tidak mau menerima hadiah atau pemberian orang lain. Beliau hanya menerima pemberian orang tua dan kerabat-kerabatnya saja. Sang ibu biasanya mengirimi baju untuk ia pakai. Sedangkan sang ayah akan mengirimkan kebutuhan makan minumnya. Dalam sehari semalam Imam An-Nawawi hanya makan sekali, yaitu setelah shalat Isya, dan sekali minum yaitu ketika waktu sahur. Imam An-Nawawi bahkan belum pernah merasakan segarnya air dingin.
Keberanian beliau tak tertandingi dalam hal amar makruf nahi mungkar serta memberi nasihat kepada pemimpin. Saking sibuknya mencari dan menyebarkan ilmu, suatu kali Imam An-Nawawi ditanya, “Kenapa Anda belum juga menikah?” Beliau menjawab singkat, “L U P A.”
Di antara karya Imam An-Nawawi yang paling populer adalah Riyadhus Shalihin, Al-Adzkar, Hadits Arba’in, dan Syarah Sahih Muslim dalam bidang hadits. Beliau juga menyusun kitab Al-Manhaj dalam bidang fiqih dan kitab-kitab lainnya. Imam An-Nawawi wafat pada 24 Rajab 276 di kampung halamannya, Nawa. Ketika jenazahnya sampai di Damaskus, semuanya tenggelam dalam duka dan suasana berkabung. 

Sang Imam telah lama pergi. Tapi karya-karyanya tetap dapat kita nikmati. Sungguh benar kata seorang penyair Arab. Al-khattu yabqa zamanan ba’da katibihi, wakatibul khatti tahtal ardhi madfunun. Karya itu tetap abadi, meski penulisnya sudah lama pergi dikandung bumi…


Diterjemahkan dari www.islamstory.com dengan beberapa perubahan

Thursday, 25 July 2013

Berilah Teladan, Jangan Memberi Teguran

|| Oleh: Alfiyatul Azizah Harun ||

“Berdirilah kalian, lalu cukur rambut dan sembelihlah hewan sembelihan.” Begitu perintah Rasulullah Saw. kepada para sahabat, setelah perjanjian Hudaibiah ditandatangani pada tahun ke enam Hijriah.

Kita tentu tidak meragukan loyalitas dan kecintaan para sahabat kepada Rasulullah. Tapi sekali ini, ternyata tidak satu pun dari seribu empat ratus sahabat itu yang menyimak perintah beliau. Mereka bersedih. Kecewa karena urung melaksanakan ibadah umrah. Kerinduan mereka untuk melihat Kakbah dan tawaf di sekelilingnya tidak terlaksana.

Rasulullah mengulangi perintahnya sekali lagi, namun para sahabat tetap diam di tempat. Bahkan sampai tiga kali Rasulullah mengulangi perintah tersebut, para sahabat tetap diam, larut dalam kesedihan mereka.

Mendapat tanggapan seperti itu, Rasulullah segera masuk menemui istri beliau, Ummu Salamah, guna menceritakan perihal sikap para sahabat. Lalu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Ahmad, Ummu Salamah memberi saran kepada Rasulullah seraya berkata, 

“Wahai Nabi Allah, jika engkau menginginkan para sahabat menuruti perintahmu, sekarang juga keluarlah dan jangan bicara sepatah kata pun kepada mereka lagi. Segera sembelih binatang sembelihan dan panggil tukang cukur untuk mencukurmu."

Maka Rasulullah keluar dan tidak berbicara kepada seorang pun di antara mereka. Beliau segera menyembelih binatang sembelihannya, lalu memanggil tukang cukur. Hasilnya sangat manjur. Ketika melihat hal itu, tanpa dikomando lagi para sahabat bergegas berdiri, menyembelih binatang sembelihan, kemudian sebagian dari mereka mencukur sebagian yang lain, sehingga seakan-akan, sebagian dari mereka menciderai kepala sebagian yang lain karena terlalu bersedih (HR. Bukhari dan Ahmad).


Hadits sahih ini memberi pelajaran kepada kita, bahwa seorang pemimpin itu hendaknya memberi contoh kepada orang-orang yang dia pimpin. Ketika membuat suatu keputusan dan aturan, seorang pemimpinlah yang semestinya melaksanakan keputusan dan aturan tersebut pertama kali. Terlebih di saat kondisi krisis, ketika masyarakat sedang berduka, atau sedang dilanda kecewa. Pada saat-saat seperti itu, kalau pemimpin hanya bicara tanpa kerja nyata, rakyat tidak akan peduli dan simpati. Wallahu a‘lam.

Sunday, 21 July 2013

Syekh Sayyid Sabiq; Faqih Mujtahid Penulis Kitab Fiqh As-Sunnah

|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||


Syekh Dr. Sayyid Sabiq dan Karya Monumentalnya
Yang mulia syekh Dr. Sayyid Sabiq lahir pada bulan Januari 1915 di desa Istanha, salah satu desa di Kabupaten Bagura yang berada di provinsi Manufia di Mesir. Belum genap sembilan tahun, Syekh Sayyid Sabiq sudah menyelesaikan hafalan Al-Quran. Setelah itu Syekh Sayyid Sabiq melanjutkan studinya ke Al-Azhar di Kairo, sampai meraih gelar sarjana pada tahun 1947.


Sejak kecil Syekh Sayyid Sabiq dididik di jam’iyyah syar’iyyah oleh sang pendirinya langsung, yaitu Syekh Subuki. Beliau juga menjalin persahabatan dengan pengganti Syekh Subuki, yaitu Syekh Abdul Latif Musytahari. Untuk itu, kecintaannya terhadap sunah Rasul sudah muncul sejak kecil. Semangat dan kecerdasan Syekh Sayyid Sabiq membuatnya matang lebih cepat. Beliau unggul jauh di banding koleganya, terlebih dalam bidang fiqih dan problematikanya, sehingga syekh yang mendidiknya memberi tanggung jawab kepada Syekh Sayyid Sabiq supaya mengajar fiqih kepada kolega-koleganya. Semua itu terjadi saat umur beliau belum genap 19 tahun.

Setelah lulus, Syekh Sayyid Sabiq mengajar di sekolah-sekolah Al-Azhar, kemudian menjabat sebagai juru dakwah di Al-Azhar. Setelah itu, berturut-turut beliau bekerja pada kementerian wakaf bidang manajemen masjid di akhir tahun 50an, kemudian bidang kebudayaan, dakwah, dan training. Setelah geraknya dibatasi oleh rezim penguasa, beliau pindah ke Makkah Al-Mukarramah dan bekerja sebagai guru besar di Universitas King Abdul Aziz, kemudian universitas Ummul Qura. Pada universitas terakhir ini beliau diamanahi untuk menjadi kepala jurusan peradilan pada fakultas syariat, kemudian direktur S2. selama itu Syekh Sayyid Sabiq menyampaikan kuliahnya dalam bidang fiqih dan usul fiqih, membimbing lebih dari seratus tesis, dan menelurkan banyak alim serta cendekiawan.

Syekh Sayyid Sabiq seorang faqih berpengalaman. Ia teladan dalam bidang keluasan ilmu, kemuliaan akhlak, kasih sayang, dan kehangatan dalam berinteraksi. Syekh Sayyid Sabiq sangat menjaga lisannya, memiliki ingatan tajam dan kecerdasan yang langka. Beliau dianugerahi kecakapan yang mencengangkan dalam berlogika. Di samping itu, beliau selalu tampil riang dan ramah sehingga sangat dicintai dan diterima oleh masyarakat. Lebih dari itu, beliau memiliki kesadaran tinggi perihal kejadian dan perubahan-perubahan yang ada di masyarakat. Apabila ada suatu persoalan baru pada masyarakat dan itu dikonsultasikan kepada beliau maka beliau akan menjelaskan hukum dan hikmahnya secara tegas dan jelas.

Dibanding para ulama azhar yang lain, syekh Sayyid Sabiq paling berkonsentrasi di bidang fiqih. Artikel-artikelnya tentang fikih pertama kali diterbitkan di sejumlah majalah mingguan. Artikal pertamanya tentang fiqih taharah ditulis dengan metode fiqih hadits yang konsentrasi mengupas hadits-hadits ahkam. dalam tulisannya beliau merujuk pada kitab Subulus Salam karya Ash-Shan’ani, kitab Nail Al-Authar karya Asy-Syaukani, kitab Ad-Din Al-Khalis karya Muhammad As-Subuki, Al-Mughni karya Ibnu Qudamah, dan kitab Zadu Al-Ma’ad karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

Jilid pertama kitab fiqih sunahnya yang monumental beliau tulis pada akhir tahun 40an, membahas seputar fiqih taharah, dan diberi pengantar oleh Hasan Al-Banna. Fiqih sunah telah menutup kekosongan perpustakaan Islam akan buku-buku fiqih yang langsung merujuk pada hadits dan tidak terikat dengan mazhab tertentu. Oleh karena itu, fiqih sunah karya sayyid sabiq diterima dan disanjung oleh kalangan luas.

Tiga tahun sebelum wafat, Syekh Sayyid Sabiq tinggal di Kairo dan bersikukuh untuk menyebarkan ilmu dan berdakwah di masjid-masjidnya, meskipun kondisi kesehatannya yang tidak mendukung dan dokter yang menyarankannya untuk istirahat. Syekh Sayyid Sabiq selalu menjadi mercusuar kebenaran dan kebaikan bagi manusia sampai ajal menjemputnya pada hari ahad tanggal 23 Dzul Qa’dah 1420 H, bertepatan dengan 27 Februari tahun 2000 dalam usia 85 tahun.

(diterjemahkan dari www.islamstory.com dengan sedikit perubahan)

Saturday, 20 July 2013

Ini Dia Ayat yang Membuat Rasulullah Ubanan

|| oleh: Ali Ghufron Sudirman ||

Al-Qurtubi di dalam tafsirnya menukil teori dari Abu Abdullah perihal ubanan. Di situ Abu Abdullah mengatakan, allahu a’lam, bahwa uban bisa muncul karena tekanan psikologis dahsyat yang menyebabkan berkurangnya kelembaban tubuh hingga memengaruhi suplai nutrisi pada akar-akar rambut. Bila tekanan itu berlarut dan suplai nutrisi ke rambut benar-benar terhenti maka rambut akan memutih. Persis seperti tumbuhan yang akan menguning bila kekurangan air. Begitulah teori ubanan. Dan itulah yang dialami oleh Rasulullah.