|| Oleh: Ali Ghufron Sudirman ||
Nama lengkap Imam Nawawi adalah Al-Hafiz Syeikhul islam Muhyiddin Abu
Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi. Beliau dinisbatkan dengan An-Nawawi karena
berasal dari kampung Nawa, salah satu perkampungan Hauran di Syiria. Imam
An-Nawawi begitu familier di telinga umat Islam berkat karyanya yang hampir
dimiliki oleh setiap muslim di dunia, yaitu Kitab Riyadhus Shalihin, Al-Adzkar,
dan Hadits Arba’in.
Imam Nawawi rahimahullah lahir di kampung Nawa pada bulan Muharram
631 H dari pasangan orang tua yang saleh dan salehah. Saat berusia sepuluh
tahun, An-Nawawi kecil mulai berkonsentrasi menghafal Al-Quran dan belajar fiqih kepada para ulama di daerahnya.
Tak Suka Bermain
An-Nawawi kecil bukan seperti anak sebayanya. Ia sama sekali tidak suka bermain. Bahkan sempat suatu kali ia lari dan menangis sambil masih membawa mushaf Al-Quran karena dipaksa oleh teman-teman sebayanya untuk bermain bersama saat sedang asyik menghafal.
Ketika melihat hal itu, Syekh Yasin bin Yusur Al-Muraksy mendatangi orang
tua An-Nawawi dan menasihatinya agar sang anak diarahkan untuk serius belajar.
Sang ayah pun setuju. Hingga pada tahun 639 H, ia membawa An-Nawawi menuju
Damaskus untuk dipondokkan di Madrasah Darul Hadits. Waktu itu Imam An-Nawawi
bertempat di Blok Ar-rawahiyyah yang menempel dengan masjid Al-Umawi. Pada
tahun 651, An-Nawawi berangkat Haji bersama sang ayah, kemudian kembali lagi ke
Damaskus dan berguru kepada para ulamanya.
Bahkan Menikah Pun Lupa
Imam Nawawi merupakan sosok ahli zuhud dan wira’i. Beliau sama sekali tidak
mau menerima hadiah atau pemberian orang lain. Beliau hanya menerima pemberian
orang tua dan kerabat-kerabatnya saja. Sang ibu biasanya mengirimi baju untuk ia pakai. Sedangkan sang ayah akan mengirimkan kebutuhan makan minumnya. Dalam
sehari semalam Imam An-Nawawi hanya makan sekali, yaitu setelah shalat Isya, dan sekali minum yaitu
ketika waktu sahur. Imam An-Nawawi bahkan belum pernah
merasakan segarnya air dingin.
Keberanian beliau tak tertandingi dalam hal amar makruf nahi mungkar serta memberi nasihat kepada pemimpin. Saking sibuknya mencari dan menyebarkan ilmu, suatu kali Imam An-Nawawi ditanya, “Kenapa Anda belum juga menikah?” Beliau menjawab singkat, “L U P A.”
Di antara karya Imam An-Nawawi yang paling populer adalah Riyadhus
Shalihin, Al-Adzkar, Hadits Arba’in, dan Syarah Sahih Muslim dalam bidang
hadits. Beliau juga menyusun kitab Al-Manhaj dalam bidang fiqih dan kitab-kitab
lainnya. Imam An-Nawawi wafat pada 24 Rajab 276 di kampung halamannya, Nawa. Ketika jenazahnya sampai di Damaskus, semuanya
tenggelam dalam duka dan suasana berkabung.
Sang Imam telah lama
pergi. Tapi karya-karyanya tetap dapat kita nikmati. Sungguh
benar kata seorang penyair Arab. Al-khattu yabqa zamanan ba’da katibihi,
wakatibul khatti tahtal ardhi madfunun. Karya itu tetap abadi, meski penulisnya
sudah lama pergi dikandung bumi…
Diterjemahkan dari
www.islamstory.com dengan beberapa
perubahan
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...